JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menilai terdapat diskriminasi ketika ada kerumunan massa yang mengabaikan aturan protokol kesehatan tetapi tidak diproses secara hukum.
Hal itu disampaikan majelis hakim menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan terdakwa kasus kerumunan Megamendung Rizieq Shihab dan kuasa hukum yang mempersoalkan hal tersebut.
"Bahwa telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang seharusnya tidak terjadi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan," hakim Djohan Arifin dalam sidang pembacaan putusan di PN Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021).
Baca juga: Pengacara Apresiasi Vonis Rizieq Shihab Denda Rp 20 Juta Kasus Megamendung
Majelis hakim juga menilai perbedaan perlakuan itu turut mempengaruhi diabaikannya protokol kesehatan oleh masyarakat.
"Bahwa telah terjadi pengabaian aturan protokol kesehatan oleh masyarakat itu sendiri kaerna kejenuhan terhadap kondisi pandemi ini dan juga ada pembedaan perlakuan di antara masyarakat satu sama lain," ujar dia.
Adapun hal itu disampaikan majelis hakim saat membacakan pertimbangan terkait vonis denda Rp 20 juta subsider lima bulan kurungan yang dijatuhkan kepada Rizieq.
Dalam pertimbangannya itu, majelis hakim juga menyatakan perbuatan Rizieq bukanlah kesalahan yang disengaja sehingga Rizieq hanya dijatuhi hukuman denda.
Vonis hakim tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yakni 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Rizieq dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Ia dinilai melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan junco Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun selama persidangan berlangsung, Rizieq sempat beberapa kali mempersoalkan kerumunan massa yang tidak diproses secara hukum.
Baca juga: Hukum Rizieq Denda Rp 20 Juta, Hakim Nilai Kesalahan Rizieq dalam Kasus Megamendung Tidak Disengaja
Dalam pleidoinya, Rizieq menyinggung kerumunan warga yang menyambut Presiden Joko Widodo di Kalimantan Selatan pada 18 Januari 2021 dan di Nusa Tenggara Timur pada 23 Februari 2021.
"Jika pelanggaran prokes merupakan kejahatan prokes sebagaimana pendapat JPU, maka berarti menurut istilah JPU tersebut bahwa para tokoh nasional tersebut termasuk Presiden Jokowi adalah penjahat prokes," tutur Rizieq.
"Lalu kenapa para penjahat prokes tersebut tidak diproses hukum dan tidak dipidanakan hingga pengadilan oleh JPU?" tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.