Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Kasus Rizeq Sebut Ada Diskriminasi Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan

Kompas.com - 27/05/2021, 16:59 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menilai terdapat diskriminasi ketika ada kerumunan massa yang mengabaikan aturan protokol kesehatan tetapi tidak diproses secara hukum.

Hal itu disampaikan majelis hakim menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan terdakwa kasus kerumunan Megamendung Rizieq Shihab dan kuasa hukum yang mempersoalkan hal tersebut.

"Bahwa telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang seharusnya tidak terjadi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan," hakim Djohan Arifin dalam sidang pembacaan putusan di PN Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021).

Baca juga: Pengacara Apresiasi Vonis Rizieq Shihab Denda Rp 20 Juta Kasus Megamendung

Majelis hakim juga menilai perbedaan perlakuan itu turut mempengaruhi diabaikannya protokol kesehatan oleh masyarakat.

"Bahwa telah terjadi pengabaian aturan protokol kesehatan oleh masyarakat itu sendiri kaerna kejenuhan terhadap kondisi pandemi ini dan juga ada pembedaan perlakuan di antara masyarakat satu sama lain," ujar dia.

Adapun hal itu disampaikan majelis hakim saat membacakan pertimbangan terkait vonis denda Rp 20 juta subsider lima bulan kurungan yang dijatuhkan kepada Rizieq.

Dalam pertimbangannya itu, majelis hakim juga menyatakan perbuatan Rizieq bukanlah kesalahan yang disengaja sehingga Rizieq hanya dijatuhi hukuman denda.

Vonis hakim tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yakni 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Rizieq dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana dakwaan alternatif pertama.

Ia dinilai melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan junco Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun selama persidangan berlangsung, Rizieq sempat beberapa kali mempersoalkan kerumunan massa yang tidak diproses secara hukum.

Baca juga: Hukum Rizieq Denda Rp 20 Juta, Hakim Nilai Kesalahan Rizieq dalam Kasus Megamendung Tidak Disengaja

Dalam pleidoinya, Rizieq menyinggung kerumunan warga yang menyambut Presiden Joko Widodo di Kalimantan Selatan pada 18 Januari 2021 dan di Nusa Tenggara Timur pada 23 Februari 2021.

"Jika pelanggaran prokes merupakan kejahatan prokes sebagaimana pendapat JPU, maka berarti menurut istilah JPU tersebut bahwa para tokoh nasional tersebut termasuk Presiden Jokowi adalah penjahat prokes," tutur Rizieq.

"Lalu kenapa para penjahat prokes tersebut tidak diproses hukum dan tidak dipidanakan hingga pengadilan oleh JPU?" tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Nasional
Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Nasional
Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com