Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rizieq Shihab Anggap Kasusnya Politis dan Bagian dari Operasi Intelijen

Kompas.com - 20/05/2021, 11:10 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung, Rizieq Shihab, meyakini kasus yang menyeretnya itu sarat kepentingan politik. Menurut Rizieq, hukum hanya jadi alat legalisasi untuk memenuhi dendam politik terhadap dirinya.

"Saya makin percaya dan yakin bahwa ini adalah kasus politik yang dibungkus dengan kasus hukum, sehingga hukum hanya menjadi alat legalisasi dan justifikasi untuk memenuhi dendam politik oligarki terhadap saya dan kawan-kawan," kata Rizieq, dalam sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang disiarkan secara daring, Kamis (20/5/2021).

Baca juga: Hari Ini, Rizieq Shihab Akan Sampaikan Pleidoi Kasus Kerumunan Petamburan dan Megamendung

Rizieq beranggapan, ada serangkaian peristiwa politik yang membuat dirinya dan pengurus Front Pembela Islam (FPI) jadi target pemerintah.

Salah satunya, kata Rizieq, bertalian dengan kasus hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta pada 2017.

"Ketika itu, Ahok menjadi salah satu calon Gubernur DKI Jakarta yang didukung penuh oleh oligarki," ujarnya.

Menurut Rizieq, saat itu ia berusaha bersikap sesuai aturan agama dan konstitusi negara. Ia menegaskan, memiliki hak politik yang harus dijaga dan digunakan secara benar.

Rizieq mengaku tidak ingin DKI Jakarta dipimpin gubernur yang suka berbicara kasar.

"Sikap politik saya dan umat Islam yang ikut aksi bela Islam 411 dan 212 pada 2016 sangat jelas, kami tidak mau seorang yang bersikap arogan serta sering berucap kata kasar sekaligus menjadi kepanjangan tangan para oligarki, menjadi Gubernur Ibu Kota Jakarta," kata Rizieq.

"Apalagi Jakarta adalah wilayah mayoritas Muslim yang agamis dan religius," tambahnya.

Baca juga: Tuntutan Penjara terhadap Rizieq Shihab dalam Kasus Kerumunan Megamendung-Petamburan

Sejak saat itu, Rizieq berpendapat, ia beserta pengurus dan simpatisan FPI menjadi target kriminalisasi.

Menurutnya, sepanjang 2017, beragam rekayasa kasus dialamatkan kepada dirinya dan FPI.

Namun, ia menyebut kriminalisasi tak berhenti sampai di situ. Ia mengatakan, setelah kekalahan Ahok di pilkada dan pengadilan, pemerintah makin marah.

"Para oligarki murka dan marah besar serta makin kalap, mereka sangat stres dan depresi berat. Sebab, hasil Pilkada DKI Jakarta jauh di luar perhitungan dan perkiraan mereka," tuturnya.

Rizieq mengatakan, berbagai upaya kriminalisasi kepada dirinya dan FPI terus terjadi, bahkan ketika ia pindah ke Mekah, Arab Saudi. Begitu juga ketika ia kembali ke Tanah Air pada November 2020.

"Ini menjadi bukti bahwa kasus pelanggaran protokol kesehatan yang saya hadapi merupakan bagian dari operasi intelijen berskala besar yang didanai para oligarki, sehingga ketiga kasus hukum tersebut hanya dijadikan alat justifikasi dengan menunggangi polisi dan jaksa penuntut umum dalam rangka balas dendam politik," kata Rizieq.

Baca juga: Rizieq Kenakan Syal Bermotif Bendera Palestina, Diminta Lepas oleh Hakim

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Rizieq dihukum 2 tahun penjara dalam kasus kerumunan Petamburan serta 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus kerumunan Megamendung.

Dalam kasus kerumunan Petamburan, jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Rizieq berupa pencabutan hak menjadi anggota atau pengurus organisasi masyarakat selama tiga tahun.

Sementara, Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Alhabsy, dan Maman Suryadi dituntut hukuman 1,5 tahun penjara dalam kasus kerumunan di Petamburan.

Jaksa juga menuntut agar lima terdakwa tersebut dicabut haknya untuk menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi masyarakat selama dua tahun.

Kemudian jaksa meminta kepada majelis hakim agar dalam putusan hakim melarang kegiatan penggunaan simbol atau atribut terkait Front Pembela Islam (FPI).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com