Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mata Munarman Ditutup, Anggota DPR: Bukan Baru Dipertanyakan, Perlu Diatur Detail

Kompas.com - 28/04/2021, 11:35 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebutkan, perlakuan polisi menutup mata terduga pelaku terorisme yang ditangkap merupakan isu yang sudah lama dipertanyakan.

Hal itu disampaikan Arsul merespons tindakan polisi yang menutup mata eks Sekretaris Umum FPI Munarman saat membawanya ke Polda Metro Jaya usai ditangkap pada Selasa (27/4/2021).

"Sorotan terhadap peristiwa penangkapan Munarman yang kemudian dibawa dalam keadaan mata ditutup dengan kain itu sebenarnya bukan hal baru yang dipertanyakan," kata Arsul saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/4/2021).

Baca juga: Munarman Diborgol dan Matanya Ditutup, Kuasa Hukum: Menyalahi Prinsip HAM

Arsul mengatakan, partainya pun telah mempertanyakan urgensi menutup mata seseorang yang ditangkap sebagai terduga teroris kepada Polri.

Ia menuturkan, saat itu Polri beralasan ada dua hal yang mendasari tindakan tersebut.

Pertama, kejahatan teror adalah kejahatan terorganisasi yang jaringannya luas sekali, penangkapan satu jaringan akan membuka jaringan jaringan yang lainnya.

Kedua, sifat bahayanya kelompok teror bisa berujung kepada keselamatan jiwa petugas di lapangan.

"Dua pertimbangan ini maka untuk menghindari target mengenali operator/petugas lapangan maka perlu menutup mata pelaku agar tidak mengenali operator/petugas lapangan," ujar Arsul menirukan jawaban Polri.

Baca juga: Munarman Belum Jadi Tersangka, Penyidik Punya Waktu 21 Hari Tentukan Status


Politikus PPP itu mengakui, ketentuan soal menutup mata terduga pelaku terorisme itu memang belum diatur secara detail dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Soal tata cara penangkapan ini memang tidak diatur secara detil dalam KUHAP kita. Oleh karena itu, tentu nanti menjadi salah satu hal yang perlu dibahas ketika RKUHAP dibicarakan oleh pembentuk UU," kata dia.

Ia pun menganggap wajar munculnya perdebatan terkait hal itu karena polisi memiliki sudut pandang yang tertuang dalam standar prosedur operasional sedangkan elemen masyarakat sipil melihatnya dari kacamata proses hukum yang bermartabat.

Baca juga: Perjalanan Munarman Sebelum Ditangkap, Rekening Diblokir hingga Tuduhan Baiat ISIS

Selain menutup mata, Arsul menyebut perdebatan serupa juga muncul ketika penegak hukum 'memamerkan' para tersangka dalam kegiatan jumpa pers.

"Memamerkan tersangka seperti itu juga ada yang memandang sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas praduga tidak bersalah," ujar Arsul.

Diberitakan sebelumnya, Munarman ditangkap ditangkap Densus 88 Antiteror di rumahnya kawasan Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (27/4/2021) sore.

Saat tiba di Polda Metro Jaya, Munarman tampak dikenakan penutup mata berwarna hitam dan tangannya diborgol.

Kuasa hukum Munarman, Hariadi Nasution, menilai tindakan tersebut menyalahi prinsip hukum dan hak asasi manusia (HAM).

"Bahwa penangkapan yang dilakukan terhadap klien kami dengan cara menyeret paksa di kediamannya dan menutup mata klien kami saat turun dari mobil di Polda Metro Jaya secara nyata telah menyalahi prinsip hukum dan hak asasi manusia," kata Hariadi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com