JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kepolisian dinilai hanya akan jadi korban jika pemerintah gagal dalam menangani radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat.
Hal itu disampaikan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman Ponto, pada breaking news, Kompas TV, Rabu (31/3/2021).
Baca juga: Polisi Selidiki Asal Senjata Pelaku Penyerangan di Mabes Polri
Soleman menyampaikan, polisi sudah melakukan tindakan penegakan hukum terhadap aktivitas terorisme.
Namun, di sisi lain, kepolisian juga menjadi sasaran empuk tindakan terorisme.
"Kalau pemberantasan terorisme gagal, ya polisi yang jadi sasaran empuk. Dia yang kejar-kejaran, dia juga yang jadi sasaran," ucap Soleman.
Menurut Soleman, kepolisian menjadi sasaran pelaku terorisme karena pihak kepolisian harus hadir sebagai pelayan dan pengayom masyarakat.
Adapun penyerangan yang dilakukan pelaku terorisme berinisial ZA ke Mabes Polri, Jakarta, dinilai Soleman sangat mungkin terjadi.
Menurut dia, sangat mungkin teroris masuk ke kantor polisi karena polisi juga berfungsi melayani masyarakat.
"Ya karena polisi itu pelayan masyarakat, siapa saja mau masuk (kantor polisi) bebas-bebas saja. Lain kalau (pelaku terorisme) masuk ke Mabes TNI, itu baru hebat. Jadi tidak ada yang spesial (dari serangan ZA ke Mabes Polri," ujar dia.
Baca juga: Perketat Keamanan Pasca-Teror di Mabes Polri, Pelayanan di Polda Metro Tetap Beroperasi
Soleman juga mengatakan bahwa saat ini tugas kepolisian dalam menegakkan hukum terkait tindakan terorisme sudah benar.
Namun, tindakan itu dilakukan setelah ada barang bukti atau kejadian teror.
Sementara itu, menurut Soleman, hal yang harus menjadi fokus pemerintah dalam memberantas terorisme yakni upaya pencegahan dengan upaya persuasif.
"Dalam ilmu intelijen, pendekatan ini disebut penggalangan. Kalau kita melaksanakan penggalangan, kita harus berdiri sama tinggi duduk sama rendah," kata Soleman.
"Sebab proses deradikalisasi tidak akan pernah berhasil jika menggunakan kekuasaan," kata dia.
Oleh karena itu, Soleman menyebut pemerintah harus melakukan evaluasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga terdepan yang bertanggung jawab memberantas radikalisme dan terorisme di masyarakat.
"Justru itu (pemerintah) harus me-review lagi, sampai hari ini organisasi yang paling bertanggung jawab memberantas terorisme adalah BNPT," kata dia.
Berdasarkan catatan Kompas.com, sejumlah aksi terorisme yang dilakukan untuk menyerang kantor kepolisian.
Baca juga: Polisi Selidiki Asal Senjata Pelaku Penyerangan di Mabes Polri
Pada 14 Januari 2016, terjadi ledakan bom dan baku tembak antara polisi dengan pelaku teror di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Insiden tersebut menewaskan 8 orang dan 26 lainnya, luka-luka.
Penyerangan di inisiasi oleh Aman Abdurrahman yang dikenal sebagai Ketua Negara Isis Indonesia.
Mapolrestabes Solo, pada 14 Mei 2028, juga diserang oleh pelaku bom bunuh diri yang mencoba menerobos kedalam kantor tersebut.
Sejumlah polisi menderita luka bakar dan pelaku tewas di lokasi kejasian.
Seorang pelaku terorisme juga melakukan penyerangan di Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur, 16 Mei 2018.
Pelaku menggunakan sepeda motor mendekati Mapolrestabes, lalu meledakkan diri.
Baca juga: Polisi Sebut Pelaku Penyerangan di Mabes Polri Gunakan Airgun Kaliber 4,5 Milimeter
Penyerangan pelaku terorisme juga dilakukan di Mapolda Riau, 16 Mei 2018. Lima pelaku menggunakan senjata tajam melakukan penyerangan pada anggota kepolisian.
Pada insiden itu, 4 orang pelaku dan 1 orang anggota kepolisian tewas.
Bom bunuh diri juga meledak di depan Mapolresta Medan, 13 November 2019. Peristiwa itu terjadi pagi hari, selepas anggota kepolisian melaksanakan apel.
Pelaku tewas pada insiden tersebut, sedangkan anggota polisi dan warga luka-luka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.