Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Bepergian, IDI: Harus Diperhitungkan dengan Rigid

Kompas.com - 18/03/2021, 08:01 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Satgas Covid-19 Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, pemerintah harus membuat perhitungan dengan detil jika ingin memberlakukan kebijakan sertifikat vaksin Covid-19 sebagai syarat penerbangan.

Sebab, menurut dia, belum bisa diketahui sejauh mana vaksin bisa mencegah penerimanya untuk menularkan Covid-19.

"Apakah jika sekarang divaksin, besoknya kebal? Kan tidak. Seminggu? Belum juga. Sebulan? Itu baru muncul kekebalan yang lumayan," kata Zubairi melalui akun Twitter resminya yang sudah diizinkan untuk dikutip pada Kamis (18/3/2021).

"Makanya, harus diperhitungkan dengan rigid kalau mau dibuat kebijakan ini," lanjut dia.

Baca juga: Wacanakan Sertifikat Vaksin Jadi Syarat Bepergian, Ini Pesan untuk Menkes Budi

Zubairi menjelaskan, kekebalan tubuh tidak langsung terbentuk setelah penyuntikan vaksin dosis pertama atau kedua.

Ia mengatakan, amannya dua bulan setelah divaksin yang pertama atau minimal dua minggu setelah vaksin yang kedua penerima vaksin bisa cukup terlindungi dari Covid-19.

"Yang jelas, belum ada kepastian apakah penerima vaksin itu tidak menularkan virus ke orang," ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mempunyai gagasan untuk menjadikan sertifikat vaksin Covid-19 menjadi salah satu syarat bagi masyarakat yang ingin berpergian menggunakan pesawat terbang.

Namun, kata dia, hal ini sempat menjadi perdebatan di kalangan epidemiologis.

Baca juga: WHO Tak Sarankan Bukti Vaksin Covid-19 untuk Syarat Perjalanan Internasional

“Saya terus terang pernah mengucapkan ini di awal saya pertama kali menjadi Menkes. Tapi itu memicu perdebatan dikalangan epidemiologist. Saya bicara ke mereka dan mereka bilang walaupun divaksin itu tadi, belum ada jaminan dia tidak bisa terkena dan tidak bisa menularkan,” ujar Budi saat rapat bersama Komisi IX DPR RI, Senin (15/3/2021).

Mantan Wakil Menteri BUMN itu menambahkan, para epidemiologis menyarankan hal tersebut baiknya jangan diterapkan dalam waktu dekat ini.

Namun, hal itu bisa diterapkan jika masyarakat Indonesia sudah divaksinasi sebanyak 30 persen dari total populasi.

“Jadi masih banyak epidemiologist yang menyarankan kalau mau konservatif sebaiknya jangan dulu. Tapi hal ini bisa kita bicarakan kalau sudah lebih banyak yang divaksin mungkin make sense juga,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com