Adapun, mutasi virus corona B.1.1.7 ini berbeda dari mutasi virus corona D.6.1.4.G, S.4.7.7.N; A.2.2.2.V; dan Y.4.5.3.F.
B.1.1.7 ini memiliki sifat penularan lebih cepat 50-74 persen.
Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio, menyebutkan, vaksin Covid-19 masih efektif melawan mutasi virus corona B.1.1.7.
Baca juga: Jokowi Minta Masyarakat Tak Khawatir dengan Mutasi Virus Corona B.1.1.7
Ia mengatakan, belum ada laporan terkait mutasi virus corona B.1.1.7 ini berpengaruh pada penurunan efikasi vaksin Covid-19 asal Sinovac.
"Jadi kekebalan dibangkitkan masih efektif untuk varian virus yang baru ini," saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).
Mutasi virus corona N349K
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta masyarakat untuk mewaspadai adanya mutasi virus corona N439K.
Ketua Umum IDI Daeng M Faqih mengatakan, varian virus corona N439K sudah ditemukan di 30 negara dan lebih "pintar" dari virus corona yang ada sebelumnya.
"Varian N439K ini yang sudah lebih di 30 negara ternyata lebih smart dari varian sebelumnya karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi," ujar Daeng dalam keterangan tertulis, Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Kemenkes: Semua Kontak Erat dari 6 Kasus Mutasi Virus B.1.1.7 Negatif Covid-19
Kemudian, Kemenkes memastikan varian virus corona N439K terdeteksi di Indonesia sejak November 2020.
"Sejak akhir November sudah dilaporkan ada N439K karena semua mutasi harus dilaporkan ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID)," kata Siti Nadia Tarmizi yang juga Jubir Vaksinasi Kemenkes, saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (13/3/2021).
Namun, Nadia belum dapat memastikan jumlah kasus mutasi virus corona N439K di Indonesia.
Ia menyebutkan, mutasi virus corona N439K masih dalam tahap kajian di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca juga: Fakta Mutasi Virus Corona B.1.1.7 di Indonesia, dari Penyebaran, Gejala, hingga Pencegahannya
Ia juga mengatakan, hingga saat ini belum memperoleh perhatian khusus dari Lembaga Kesehatan Dunia WHO.
"Ini sebenarnya mutasi single, hanya ada satu mutasi pada jenis varian ini. Jenis varian ini bukan yang diminta oleh WHO untuk mendapat perhatian khusus," katanya di Jakarta, Minggu (14/3/2021), dikutip dari Antara.