JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte divonis 4 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.
Napoleon dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi terkait kepengurusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
“Menyatakan terdakwa Irjen Pol Drs Napoleon Bonaparte M. Si telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama,” ungkap Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis dilihat dari tayangan KompasTV, Rabu (10/3/2021).
Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntuan jaksa penuntut umum (JPU) yakni 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: Irjen Napoleon Dituntut 3 Tahun Penjara di Kasus Djoko Tjandra
Majelis hakim berpandangan tuntutan JPU terlalu ringan. Menurut majelis, hal yang memberatkan yakni, tindakan Napoleon tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Kemudian, perbuatan Napoleon dinilai dapat menurunkan citra, wibawa, serta nama baik Polri.
Majelis hakim juga menilai Napoleon tidak bersikap ksatria karena menyangkal perbuatannya serta tidak menyesali tindakannya.
Akan tetapi, majelis hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan vonis Napoleon.
Salah satunya adalah Napoleon dinilai tertib serta tidak melakukan hal-hal yang dapat menghambat proses persidangan.
Baca juga: Irjen Napoleon Merasa Dikorbankan demi Institusi, Ini Tanggapan Polri
“Terdakwa sopan selama pemeriksaan di persidangan, terdakwa belum pernah dipidana, terdakwa telah mengabdi seabgai anggota Polri selama lebih dari 30 tahun, terdakwa memiliki tanggungan keluarga,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, Napoleon dinilai terbukti menerima uang sebesar 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Djoko Tjandra. Uang itu diberikan melalui perantara yakni Tommy Sumardi.
“Dengan tujuan agar terdakwa memberikan informasi mengenai status Interpol red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra dan menyurati Dirjen Imigrasi agar status DPO Joko Soegiarto Tjandra bisa dihapus dari sistem ECS pada SIMKIM di Dirjen Imigrasi,” ungkap hakim anggota.
Napoleon pun dinilai melanggar Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.