Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Investigasi Kasus Penelantaran 7 ABK Diduga Jadi Korban Kerja Paksa

Kompas.com - 09/03/2021, 16:50 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini sedang menginvestigasi kasus penelantaran tujuh Anak Buah Kapal (ABK) KM JU yang diduga menjadi korban kerja paksa.

Ketujuh ABK itu disebut ditelantarkan di Pelabuhan Perikanan Merauke, Papua.

"Sedang kami investigasi," ujar Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini kepada Kompas.com, Selasa (9/3/2021).

Dalam investigasi tahap awal, KKP melakukan pengumpulan data terkait kasus penelantaran tujuh ABK KM JU.

Baca juga: 19 ABK KM Rejeki Indah Sari yang Tenggelam Ditemukan Selamat

"Masih cari dan pengumpulan data dan informasi," kata Zaini.

Diberitakan, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menerima laporan tujuh ABK perikanan kapal telantar di Pelabuhan Perikanan Merauke, Papua.

Mereka diduga telantar di pelabuhan setelah menjadi korban kerja paksa.

"Mereka diturunkan oleh nakhoda KM JU dan akhirnya telantar setelah sebelumnya merasakan kondisi kerja yang tidak nyaman, dan minimnya bahan bahan makanan di atas kapal ikan tempat mereka bekerja," ujar Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan, dalam keterangan tertulis, Selasa.

Dalam laporan yang diterima DFW Indonesia, ketujuh ABK tersebut diketahui berasal dari Jawa yang terjebak dalam penipuan lowongan pekerjaan oleh calo pada iklan di media sosial.

"Rantai perjalanan mereka cukup panjang, berasal dari Jakarta dan sejumlah daerah di Jawa Barat, direkrut oleh nakhoda di Pekalongan, berangkat dari Surabaya menuju Sorong, mencari ikan di Dobo Kepulauan Aru dan telantar di Merauke," terang Abdi.

Selain itu, dalam Perjanjian Kerja Laut yang ditandatangani ketujuh ABK tersebut juga tertulis mereka menerima gaji Rp 30.000 per hari, ditambah bonus penangkapan.

Jika mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut, pengupahan awak kapal perikanan diberikan dua kali UMR.

"PKL mereka tidak sesuai dengan Permen KP 42/2016 sebab tidak ada satu pun provinsi di Indonesia saat ini yang menetapkan UMR Rp 900.000 per bulan," kata Abdi.

Abdi juga mengungkapkan bahwa ketujuh ABK tersebut terjebak utang dengan nakhoda yang akhirnya mengikat mereka untuk bekerja keras selama di atas kapal.

Baca juga: DFW Indonesia: 7 ABK Telantar di Merauke, Diduga Korban Kerja Paksa

Hal ini pun mengindikasikan bahwa mereka menjadi korban kerja paksa, bahkan menjurus pada perdagangan orang.

Atas kejadian tersebut, Abdi meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan serta pemerintah setempat agar melakukan investigasi dan penyelidikan bersama supaya ketujuh ABK bisa dipulangkan ke daerah asal.

"Kami telah menyampaikan surat pengaduan dan kronologi kejadian kepada KKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku yang kemungkinan telah memberikan izin kepada kapal ikan KM JU," ucap Abdi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com