JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bersedia terlibat dalam proses otopsi jenazah Pendeta Yeremia Zanambani yang tewas ditembak di Intan Jaya, Papua, pada September 2020.
Hal ini menyusul kemauan keluarga Pendeta Yeremia untuk dilakukan otopsi jenazah.
"Terkait kami yang juga diajak untuk melakukan pengawasan dan atau terlibat dalam otopsi tersebut, kami bersedia, seperti sejak awal komitmen kami," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada Kompas.com, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Keluarga Setuju Jenazah Pendeta Yeremia Diotopsi dengan Sejumlah Syarat
Dalam ketersediaan otopsi itu, Komnas HAM juga sebelumnya sudah menerima surat dari pihak keluarga Pendeta Yeremia.
Menurut Anam, surat ini mempunyai makna penting untuk memajukan pengungkapan kasus ini.
"Kami juga dapat surat pernyataan keluarga yang bersedia otopsi, ini surat penting, sama dengan surat sebelumnya," kata dia.
Anam menambahkan, penegakan hukum dalam kematian Pendeta Yeremia merupakan bagian dari rekomendasi Komnas HAM.
Baca juga: LPSK Siap Beri Perlindungan Saksi Penembakan Pendeta Yeremia
Hal ini bertujuan supaya terjadi penegakan hukum dalam kasus ini. Karena itu, pihaknya berharap secepat mungkin otopsi bisa dilakukan.
"Kita menunggu, dan sudah nunggu sejak akhir tahun lalu untuk melakukan otopsi ini," kata Choirul Anam.
"Secepat mungkin bisa otopsi lebih baik," tuturnya.
Sebelumnya, keluarga Pendeta Yeremia bersedia jenazah diotopsi dengan syarat dilakukan tim medis independen yang disetujui pihak keluarga.
Baca juga: TNI AD Bakal Proses Hukum Prajuritnya jika Terlibat Kasus Penembakan Pendeta Yeremia
Tak hanya itu, pihak keluarga juga mengajukan syarat lain berupa otopsi harus dilakukan secara adil dan transparan dengan pengamatan keluarga korban, kuasa hukum korban dan saksi, serta sejumlah lembaga independen.
Adapun lembaga independen yang dimaksud, yakni Komnas HAM, Koalisi Penegakan Hukum dan HAM Papua, Amnesty International Indonesia, DPRD Kabupaten Intan Jaya, dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
Diketahui, pihak keluarga sempat menolak dilakukan otopsi karena alasan budaya. Warga setempat meyakini jenazah yang sudah dimakamkan, tidak boleh diangkat dari liang kuburnya.
Apabila jenazah diangkat lagi, menurut kepercayaan masyarakat setempat, akan menimbulkan musibah bagi keluarga almarhum.