JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penyintas atau orang yang pernah terinfeksi Covid-19 tidak diprioritaskan dalam program vaksinasi.
"Kalau dari Kemenkes atau pemerintah sebenarnya penyintas Covid itu bukannya tidak diberikan vaksinasi, tetapi kita tunda," kata Nadia, dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Leiden di Indonesia, Minggu (24/1/2021).
Baca juga: Menkes Budi Bicara Kekhawatiran WHO soal Ketimpangan Distribusi Vaksin Covid-19
Menurut Nadia, idealnya vaksinasi tetap diberikan kepada penyintas Covid-19. Sebab, ada kemungkinan orang yang pernah terinfeksi virus corona mengalami reinfeksi, meskipun tak akan mengalami kasus berat.
Nadia mengungkap, alasan pemerintah tak memprioritaskan vaksinasi Covid-19 pada penyintas ialah terbatasnya jumlah vaksin.
"Kita tahu bahwa vaksin ini terbatas jumlahnya, karena produksi secara global juga terbatas," ujarnya.
Baca juga: IDI Minta Pemerintah Kaji Ulang Kebijakan yang Tidak Prioritaskan Vaksin untuk Penyintas Covid-19
Dengan terbatasnya jumlah vaksin, kata Nadia, pemerintah ingin agar masyarakat, khususnya yang belum pernah terinfeksi Covid-19, memiliki antibodi atau kekebalan terhadap virus tersebut.
Selain jumlah vaksin yang terbatas, pemerintah juga mempertimbangkan besarnya jumlah penduduk Indonesia.
Untuk membentuk herd immunity atau kekebalan komunitas, setidaknya ada 70 persen atau 182 juta penduduk di Tanah Air yang harus divaksin.
"Harapannya kita bisa berpacu, jangan sampai virusnya mutasi duluan kita belum selesai divaksinasi," kata Nadia.
Baca juga: Vaksinasi Mandiri Dinilai Timbulkan Ketimpangan Akses terhadap Vaksin Covid-19
Vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah dimulai sejak 13 Januari 2021.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, saat ini kebutuhan vaksin untuk 181 juta penduduk Indonesia sebesar 426 juta dosis.
Sementara, pemerintah sudah mampu mengamankan sebanyak 325 juta dosis vaksin. Pemerintah juga memiliki opsi pengadaan vaksin sebesar 300 juta dosis vaksin.
"Jadi kita sudah punya secure production facility yang (sekitar) 600 juta dosis. Kenapa ada opsi? Karena salah satu sumber kita itu multilateral dari GAVI," ungkap Budi, Jumat (22/1/2021).
Baca juga: Nakes Kesulitan Registrasi Vaksinasi Covid-19, Kemenkes: Pendaftaran Dilakukan Manual
GAVI merupakan kemitraan kesehatan global publik dan swasta yang bertujuan meningkatkan akses imunisasi di negara-negara miskin. GAVI terafiliasi dengan WHO.
Menurut Budi, opsi pengadaan vaksin dengan GAVI bersifat gratis. Namun, kuota yang disediakan belum pasti.
"Jadi antara 18 juta dosis sampai 100 juta dosis," ujar Budi.
Apabila distrbusi dari GAVI mampu menyediakan sekitar 100 juta dosis, maka sisa kuota untuk kebutuhan vaksin Covid-19 sudah terpenuhi.
Namun, apabila ketersediaan dari GAVI tidak sampai 100 ribu dosis, pemerintah akan mengupayakan tambahan dari proses pembelian kerja sama bilateral dengan sejumlah produsen vaksin di dunia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.