Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti LP3ES: Kebijakan Pemerintahan Jokowi Berdampak Kemunduran Demokrasi

Kompas.com - 05/11/2020, 13:42 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai, kondisi demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran.

Kemunduran tersebut, kata Wijayanto, disebabkan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan Jokowi yang hanya fokus pada beberapa sektor.

"Kondisi demokrasi di Indonesia ini namanya tidak sempurna atau mundur, semua ini merujuk pada research, kebijakan ekonomi seperti apa yang diambil pemerintah akan dampak bagi situasi demokrasi," kata Wijayanto dalam diskusi secara virtual, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: Pemilu AS Mirip Pilpres 2019, Pengamat: Kritik untuk Demokrasi Indonesia yang Anomali

Wijayanto menyampaikan, kebijakan pemerintahan Jokowi yang berdampak pada iklim demokrasi itu terlihat dalam riset yang berjudul Jokowi and The New Developmentalism yang dilakukan The Australian National University.

Wijayanto mengatakan, riset tersebut menyebutkan bahwa Presiden Jokowi mengambil kebijakan yang fokus pada sektor pembangunan infrastruktur.

Namun, pemerintah mengabaikan persoalan lain di Indonesia seperti perlindungan hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi.

"Model pembangunan Jokowi lebih fokus pada infrastruktur sehingga mengabaikan masalah lain seperti misalnya masalah perlindungan HAM, pemberantasan korupsi dan lainnya," ujar dia. 

Tak hanya dari sisi pembangunan infrastruktur, Wijayanto menilai, kemunduran demokrasi terlihat dari keinginan pemerintah dalam proses pembentukan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Baca juga: Survei Indo Barometer: 56,4 Persen Responden Puas atas Jalannya Demokrasi Indonesia

Menurut Wijayanto, pemerintah tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja meski menuai penolakan dan kritik dari akademisi dan organisasi masyarakat.

"Omnibus Law ini tidak hanya bermasalah dari sisi substansi dan legal formal, tapi ada demo, lalu mereka yang kritis di-teror, dan dosen yang kritis juga mendapat kontrol dan teguran di kampus, itu termasuk kemunduran dan mengorbankan demokrasi juga," ucap dia. 

Berdasarkan hal tersebut, Wijayanto mengatakan, saat ini dibutuhkan masyarakat sipil yang terkonsolidasi dan cerdas dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.

"Kita jangan terfragmentasi, kita harus berkoalisi dan menyadari isu bersama," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com