Kempat, pelibatan TNI hanya bersifat sementara sesuai konteks ancaman yang dihadapi.
Misalnya, ketika ancaman sudah tertangani setelah dilakukan penindakan, maka situasi harus dikembalikan ke institusi fungsional, misalnya aparat penegak hukum.
Dengan demikian, pelibatan TNI tak bersifat permanen dalam mengatasi suatu ancaman. Sebab, esensi pelibatan militer hanya sebagai tugas perbantuan.
Kelima, pelibatan harus sesuai norma hukum dan HAM.
Baca juga: Menurut Puan, TNI Atasi Terorisme Bagian dari Sishankamrata
Menurut dia, TNI harus tunduk terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU HAM, termasuk intstrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi Indonesia.
Namun demikian, terdapat konsekuensi yang harus dijalankan apabila menerapkan skema itu, yakni revisi UU Peradilan Militer.
"Ini menjadi satu paket ketika militer dilibatkan dalam penanganan terorisme, UU Peradilan harus direvisi sebagai salah satu konsekuensi bahwa militer harus tunduk norma hukum dan HAM," ujar dia.
Keenam, alokasi dana pelibatan TNI hanya bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN).
Gufron menyatakan, APBN menjadi satu-satunya sumber pendanaan TNI. Artinya, TNI tidak boleh menggunakan dana di luar itu, misalnya APBD.
"Kalau dari APBD akan menjadi beban bagi daerah," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.