Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal UU Cipta Kerja, Guru Besar Hukum Agraria UGM Ingatkan Potensi Korupsi di Bidang Pertanahan

Kompas.com - 04/11/2020, 16:50 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Profesor (FH UGM) Maria Sumardjono mengingatkan, ada potensi korupsi di bidang pertanahan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

"Potensi korupsi itu ada di dalam pelayanan bidang pertanahan. Kenapa? Karena pelayanan di bidang pertanahan itu banyak sekali lho kemungkinan terjadinya, bertemunya hal-hal yang berakibat korupsi itu banyak sekali," kata Maria dalam Grand Corruption Webinar Series bertajuk "Potensi Korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Tambang, Tanah, dan Lingkungan", Rabu (4/11/2020).

Menurut dia, dalam penyusunan UU Cipta Kerja ini kurang memperhatikan persoalan potensi korupsi dalam pelayanan bidang pertanahan.

Baca juga: Guru Besar FH UGM: Klaster Pertanahan dalam UU Cipta Kerja Bermasalah Sejak Dibentuk

Ia menyebutkan bahwa penyusunan UU Cipta Kerja ini hanya mengatur bagaimana cara mengundang investor, tetapi melupakan potensi tindak pidana korupsi.

"Padahal, hambatan utama investasi itu adalah korupsi. Ini kurang diperhatikan, sehingga ingin saya sampaikan apakah dengan adanya UU Cipta Kerja khususnya di bidang pertanahan itu terus lalu tidak ada korupsi lagi?" ujarnya.

Ia pun memaparkan, data dari survei Global Competitiveness Report 2017-2018 menurut World Economic Forum 2017 yang memperlihatkan bahwa korupsi masih menjadi hambatan nomor satu investasi.

"Tenaga kerja dan sebagainya itu enggak setinggi itu. Karena itu kita perlu bicarakan sekarang itu kan sudah ada UU Cipta Kerja. Bagaimana undang investor, kalau kita itu tidak clean atau tidak bersih," ujar dia.

Baca juga: Guru Besar FH UGM Sebut Pelayanan Pertanahan Rawan Korupsi, Ini Modusnya

Korupsi yang masih terus terjadi itu, kata Maria, akan berdampak secara umum dan juga kepada investasi itu sendiri.

Dampak korupsi secara umum, sebut dia, melambatnya pertumbuhan ekonomi, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, dan meningkatnya ketimpangan pendapatan.

"Lalu dampak ke investor. Ini keluhan investor lho, misalnya ketidakstabilan usaha. Kenapa sih? Misalnya ada pungli, uang pelicin, dana pengaman," kata Maria.

Kemudian, dampak lain yang diterima investor adalah jual beli jabatan yang berdampak pula pada jabatan yang diperoleh dari hasil lobi atau suap.

Baca juga: MK Berpotensi Batalkan UU Cipta Kerja, Yusril Minta Pemerintah-DPR Hati-hati Hadapi Uji Materi

Hal ini, kata dia, dapat berakibat menghasilkan abdi negara bermental bisnis, dan bukan pelayan publik.

"Begitu juga proses rekrutmen yang dilandasi KKN menghasilkan pegawai yang berkualitas rendah atau tak profesional," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com