JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghapus ketentuan jenis pekerjaan yang boleh diberlakukan sistem alih daya (outsourcing) sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Penghapusan tersebut terlihat dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja yang menyatakan mengubah ketentuan lama di Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.
Mulanya di Pasal 66 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan berbunyi pekerja atau buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Namun, di Pasal 81 UU Cipta Kerja, ketentuan tersebut dihilangkan dan dijelaskan lebih lanjut ihwal perlindungan hak buruh dan pekerja akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Kerja Kontrak dan Outsourcing Diprediksi Makin Menggurita
Kendati demikian, selama PP belum terbit, perusahaan berhak untuk memberlakukan sistem outsourcing kepada unit kerja yang berhubungan langsung dengan produksi.
Hal itu terjadi karena ketentuan yang mengatur pemberlakuan sistem outsourcing hanya untuk pekerjaan yang tidak berkaitan langsung dengan produksi telah dihapus.
Seperti diketahui, buruh atau pekerja yang melakukan pekerjaan outsourcing memiliki kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan karyawan kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan karyawan tetap di perusahaan.
Penghasilan karyawan outsourcing pun banyak dipotong karena harus berbagi dengan perusahaan penyedia SDM.
Selain itu karyawan outsourcing juga kerap tak mendapat jaminan perlindungan sosial serta tunjangan lain yang diterima karyawan kontrak atau tetap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.