Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Sekjen DPR soal Draf UU Cipta Kerja yang Tak Dibagikan Saat Rapat Paripurna

Kompas.com - 09/10/2020, 16:46 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menjelaskan, dalam tata tertib DPR tidak ada kewajiban membagikan draf final rancangan undang-undang (RUU) kepada seluruh anggota saat pembahasan dalam Rapat Paripurna.

Sebab, menurut Indra, RUU tersebut telah disepakati seluruh fraksi bersama pemerintah dalam pengambilan keputusan tingkat I.

Hal itu ia sampaikan terkait pernyataan anggota DPR yang menyebut draf RUU Cipta Kerja tidak dibagikan saat Rapat Paripurna.

Baca juga: Politisi PKS Sebut Anggota DPR Tak Pegang Draf Final UU Cipta Kerja saat Hari Pengesahan

"Enggak wajib (draf dibagikan), kan di tingkat satu, di Baleg semua fraksi sudah dibahas," kata Indra saat dihubungi, Jumat (9/10/2020).

Indra juga menilai tak ada urgensi untuk membagikan draf RUU dalam Rapat Paripurna. Sedangkan setelah pengesahan, draf RUU harus disempurnakan.

"Urgensi dibagikan juga apa? Karena sudah disetujui (Rapat) Paripurna itu nanti harus kita perbaiki lagi formatnya dan sebagainnya," ujarnya.

Baca juga: Baleg DPR: Draf UU Cipta Kerja Masih Dikoreksi tapi Tak Ubah Substansi

Lebih lanjut, Indra mengatakan, saat ini draf final UU Cipta Kerja masih dirapikan. Setelah itu, draf tersebut diserahkan ke presiden untuk diundangkan dan disampaikan ke publik.

"Iya sekitar 7 hari (draf dirapikan), ke Presiden nanti kemudian dikirim," pungkasnya.

Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi PKS Mulyanto menuturkan, seluruh anggota DPR belum menerima draf final RUU Cipta Kerja yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).

"Lalu di tengah paripurna, bahan drafnya (UU Cipta Kerja) belum ada di tangan para anggota. Sampai hari ini belum dikirim dan belum kelihatan barangnya di anggota," kata Mulyanto dalam diskusi secara virtual, Kamis (8/10/2020).

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja yang Rupanya Belum Final...

Mulyanto mengatakan, belum diterimanya draf final UU Cipta Kerja karena pembahasan RUU tersebut dikebut Baleg DPR dan pemerintah hingga tengah malam sebelum dibawa ke Rapat Paripurna pada Senin (5/10/2020).

"Pada sebelum pengesahannya itu (RUU Cipta Kerja), dilakukan rapat pleno Baleg itu hampir menjelang pukul 00.00 ya," ujarnya.

Kemudian, Mulyadi mengungkapkan, selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja, Baleg DPR dan pemerintah sering berpindah-pindah hotel dan rapat tetap dilakukan meski di masa reses.

Oleh karenanya, ia menilai, pembahasan RUU sapu jagat itu sangat tergesa-gesa.

"Kemudian dibahas di saat pandemi, dilakukan dengan protokol kesehatan Covid-19, sangat terbatas sekali membuka aspirasi publik, dialog dari stakeholder sangat terbatas, lalu rapat-rapatnya dilaksanakan betul-betul mengejar waktu," ucapnya.

Baca juga: Pernyataan Baleg soal Draf UU Cipta Kerja Belum Final Dinilai Hanya untuk Redakan Situasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com