JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akhirnya buka suara untuk menanggapi penolakan keras yang disampaikan buruh, pekerja, akademisi, dan masyarakat terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Dikomandoi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, para menteri terkait berkumpul di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta untuk memberikan pernyataan pers bersama.
Beberapa menteri yang memberikan pernyataan pers yang menunjukkan pembelaan diri pemerintah ialah Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Kemudian, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo hadir secara virtual, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Baca juga: Istilah Penyandang Cacat dalam UU Cipta Kerja Menyakiti Perasaan
Kendati demikian, di luar semua pembelaan itu, Yasonna mengakui pembahasan UU Cipta Kerja di DPR berlangsung cepat.
Berikut pengakuan Yasonna beserta pembelaan para menteri lainnya terhadap UU Cipta Kerja:
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengakui bahwa proses pembahasan UU Cipta Kerja diselesaikan dalam waktu yang singkat. RUU Cipta Kerja mulai dibahas sejak April, kemudian diselesaikan dan disahkan pada Oktober.
Kendati demikian, Yasonna mengatakan, pembahasannya dilakukan secara terbuka.
Menurut Yasonna, publik dapat mengakses rapat pembahasan RUU Cipta Kerja melalui tayangan streaming.
Berbagai saran dan masukan publik pun dibahas oleh DPR dan pemerintah.
"Pembahasannya sangat terbuka, walaupun relatif cepat, tapi dibahas dalam panja melalui streaming. Masukan-masukan baik dari fraksi semua dibahas," ujar Yasonna dalam konferensi pers, Rabu (7/10/2020).
"Semua terbuka," kata dia.
Baca juga: Menkumham Akui Pembahasan UU Cipta Kerja Relatif Cepat
Meski pemerintah dan DPR kerap menekankan soal keterbukaan, proses pembahasan UU Cipta Kerja mendapat kritik dari kelompok masyarakat sipil, salah satunya akademisi.
Sebab, keterbukaan pembahasan UU Cipta Kerja tidak menjamin adanya partisipasi publik.
Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, ruang demokrasi yang disediakan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hanya formalitas.
Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Partisipasi Publik Dinilai Nyaris Nol
Ia menilai pelibatan publik sangat minim, apalagi situasi pandemi Covid-19 membuat partisipasi masyarakat terbatas.
"Ruang-ruang yang terbuka hanya formalitas tanpa makna. Rapat-rapat yang disiarkan langsung hanya yang bersifat pemaparan, bukan pengambilan keputusan," kata Fajri, Selasa (6/10/2020).
Adapun Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengeklaim banyak pelintiran informasi di masyarakat mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
"Banyak distorsi informasi di masyarakat yang sesungguhnya jauh dari kenyataan," kata Ida.
Ia menyebutkan beberapa contoh disinformasi seperti persoalan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Baca juga: Dari Kontrak Seumur Hidup hingga PHK Sepihak, Ini 8 Poin UU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan Buruh
Ida Fauziyah mengeklaim, pemerintah melindungi pekerja kontrak lewat UU Cipta Kerja dengan memberikan kompensasi saat kontrak kerja berakhir.
Kendati demikian, ia tak menjelaskan persoalan PKWT yang memungkinkan adanya potensi kontrak semur hidup.
Ketentuan PKWT di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membatasi PKWT selama tiga tahun dihapus oleh UU Cipta Kerja.
Baca juga: UU Cipta Kerja dan Potensi Pekerja Kontrak Abadi
Politisi PKB itu juga mengeklaim bahwa pemerintah melindungi tenaga kerja alih daya (outsourcing) lewat UU Cipta Kerja dengan mewajibkan perusahaan alih daya terdaftar oleh pemerintah.
Namun, Ida tidak menjelaskan diperbolehkannya outsourcing pada segala bidang kerja yang diatur Cipta Kerja.
Banyak kalangan menganggap pasal ini merugikan hak-hak pekerja dan sangat menguntungkan perusahaan.
Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Kerja Kontrak dan Outsourcing Diprediksi Makin Menggurita
Adapun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja memotong dan menyederhanakan prosedur izin berusaha di daerah.
Menurut Tito, setelah disahkannya UU tersebut, pemerintah akan menerbitkan peraturan (PP) yang berisi inventarisasi dan identifikasi terhadap jenis-jenis usaha yang prosedurnya mesti disederhanakan.
"Sehingga anak-anak muda kita, masyarakat kita, kelas menengah bawah terutama, mereka mau buka warung, restoran, mau buka usaha-usaha tadi, termasuk usaha kreatif itu menjadi lebih mudah," kata Tito.
Dengan cara itu, Tito berharap bisa menampung aspirasi dari pemerintah daerah (pemda).
Pemda diharapkan juga ikut memahami dan memiliki spirit yang sama atas lahirnya UU tentang Cipta Kerja tersebut.
Mendagri tidak ingin anak muda yang merupakan tenaga kerja produktif terhambat saat akan membuka usaha di berbagai bidang usaha di daerah.
“Kami masukkan dalam tim, mari kita identifikasi jenis-jenis usaha apa saja yang harus disederhanakan dan bagaimana prosedurnya, itu norma, standar, prosedur, dan kriterianya seperti apa. Yang penting intinya adalah mempermudah,” kata Tito.
Baca juga: Mendagri Sebut UU Cipta Kerja Permudah Izin Usaha di Daerah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.