Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham Minta Media Ikut Koreksi Informasi yang Simpang Siur soal UU Cipta Kerja

Kompas.com - 07/10/2020, 19:14 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta media massa ikut membantu dalam mengoreksi informasi yang simpang siur terkait Undang-Undang Cipta Kerja kepada masyarakat. Menurut Yasonna, ada upaya penyimpangsiuran informasi UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR, Senin (5/10/2020).

"Jadi kalau ada penyimpangsiuran, bukan kesimpangsiuran tapi penyimpangsiuran, dapat kiranya dikoreksi. Dapat disampaikan secara benar dan proporsional. Kasihan rakyat kita kalau mengira ini seolah-olah adalah sesuatu yang sangat eksklusif," kata Yasonna dalam konferensi pers, Rabu (7/10/2020).

Baca juga: Menkumham: UU Cipta Kerja Mempermudah yang Sulit

Yasonna menjelaskan, pembahasan UU Cipta Kerja dilakukan secara terbuka. Masyarakat pun dapat mengakses lewat tayangan streaming.

Ia menegaskan, berbagai saran dan masukan publik telah dibahas oleh DPR dan pemerintah.

"Pembahasannya sangat terbuka, walaupun relatif cepat tapi dibahas dalam panja melalui streaming. Masukan-masukan baik dari fraksi semua dibahas. Semua terbuka," ujar dia.

Yasonna mengatakan, UU Cipta Kerja sejatinya mempermudah segala urusan yang sulit.

Menurutnya, UU Cipta Kerja memberikan dukungan bagi kemudahan berusaha sebagaimana dimuat dalam Bab IV tentang Kemudahan Berusaha.

"Nah sekarang, kalau bisa kita permudah, kenapa harus dipersulit? Inilah UU Cipta Kerja. Ini dia yang kita lakukan," ucapnya.

Baca juga: Akademisi: Untuk Siapa UU Cipta Kerja jika Rakyat Tidak Didengarkan?

Yasonna mencontohkan adanya kemudahan proses perizinan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hingga kemudahan pendaftaran hak paten.

Selain itu, ia membantah adanya upaya sentralisasi oleh pemerintah pusat dalam Bab XI tentang Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan.

Politisi PDI-P itu mengatakan, pemerintah pusat tetap mengakui kewenangan pemerintah daerah dalam proses perizinan tetapi dalam jangka waktu tertentu.

"Tidak dihilangkan. Diberi waktu perizinan di daerah sesuai dengan kewenangannya tapi diberi batas. Kalau tidak jalan ya, memang harus ditarik ke pusat. Tentu dengan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria)," papar Yasonna.

"Jadi ini yang kadang-kadang diputarbalikan seolah-olah sentralisasi," ujarnya.

Baca juga: Istilah Penyandang Cacat dalam UU Cipta Kerja Menyakiti Perasaan

Yasonna mengatakan, ketentuan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia menuturkan, presiden memiliki diskresi khusus dalam menjalankan pemerintahan selama demi kepentingan nasional.

"Maksudnya, jika ada bottle neck di pemerintah pusat atau pemda, presiden sebagai pemegang kekuasaan dapat mengambil diskresi," kata Yasonna.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com