TIGA kata dalam judul di atas relevan dikaitkan dengan insiden yang terjadi di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Timur. Unsur kejadiannya adalah purnawirawan jenderal TNI, protokol kesehatan, dan upaya persuasi dari jajaran Kodam.
Peristiwa ini bermula saat sejumlah purnawirawan TNI datang ke TMP Kalibata untuk memberikan penghormatan pada para korban Gerakan 30 September.
Baca juga: Fakta di Balik Ricuh Kedatangan Gatot Nurmantyo di TMP Kalibata, Tak Berizin hingga Deklarasi KAMI
Mereka datang mengenakan baret kesatuan tempat mereka pernah mengabdi, tak lupa dengan tanda pangkat di baretnya. Di antara mereka tampak mantan Panglim TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Para mantan tentara ini tergabung dalam Purnawirawan Pengawal Kedaulatan Rakyat (PPKN).
Awalnya suasana tampak tenang. Dandim Jakarta Selatan Kolonel Ucu Yustiana yang ikut mengawasi kegiatan ini mengingatkan secara persuasif kepada rombongan para purnawirawan untuk memperhatikan protokol kesehatan.
Belakangan muncul sejumlah massa yang memprotes kegiatan ini. Terjadilah kericuhan. Sejumlah purnawirawan mengejar massa yang menggunakan angkutan umum.
Apa yang terjadi sesungguhnya? Mengapa isu Partai Komunis Indonesia (PKI) terus muncul? PKI itu hantu atau fakta?
Dalam sejumlah kesempatan wawancara dengan media, Gatot Nurmantyo mengungkapkan, aksi PPKN ini sudah meminta izin dari Garnisun. Gatot juga mengatakan bahwa acara PPKN ini merupakan undangan dari Letjen Marinir (Purn) Suharto.
“Saya hadir ke sana atas undangan Letjen Purn Marinir Suharto sebagai Ketua PPKN. Beliau datang ke saya minta saya sebagai Irup (inspektur upacara). Saya bilang, Pak, saya jangan Irup karena bapak sebagai pimpinan PPKN,” kata Gatot seperti dikutip Channel TVOne di Youtube, Jumat (2/10/2020).
“Lalu saya tanya apakah sudah izin ke Garnisun? Lalu Pak Harto proses izin ke Garnisun sudah ada. Nah kalau sudah ada, minta perwira upacaranya dari Garnisun. Itu sudah dilaksanakan,” ujar Gatot.