JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Indonesia terkesan tidak mengerti diplomasi.
Hal itu disampaikan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menanggapi respons Indonesia saat menjawab tuduhan yang dilontarkan Vanuatu terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua pada sidang PBB.
"Tentu saja Indonesia seakan-akan tidak mengerti konsep diplomasi yang baik seperti apa," ucap Fatia ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (30/9/2020).
Ia mengungkapkan bahwa kata non-intervensi adalah kata mati dalam teori diplomasi.
Baca juga: Tuduhan Vanuatu soal Papua dan Pembelaan Indonesia di Sidang PBB
Kata itu, menurut dia, menutup kritik dari negara lain untuk memberikan rekomendasi dan menutup komunikasi politik antarnegara.
Mantan Kepala Divisi Advokasi Internasional Kontras itu pun mempertanyakan untuk apa forum internasional seperti sidang PBB diselenggarakan apabila kata non-intervensi terus dilontarkan.
"Jika Indonesia selalu mengeluarkan kata non-intervensi pada saat ada negara lain yang mengritik atau mempertanyakan sikap Indonesia terkait situasi domestik," kata Fatia.
"Untuk apa ada forum internasional, seperti PBB, yang di mana forum tersebut dibangun untuk memperbaiki situasi sosial, politik, dan ekonomi negara anggotanya," tutur dia.
Fatia menilai Indonesia justru semakin membenarkan terjadinya pelanggaran HAM dengan penggunaan kata tersebut secara terus-menerus setiap ada negara yang mengangkat isu Papua.
Sebab, langkah itu menimbulkan kesan tertutupnya akses informasi dan transparansi negara terhadap apa yang terjadi di Papua.
Baca juga: Amnesty Sayangkan Respons Indonesia ke Vanuatu soal Papua di Sidang PBB
Lebih lanjut, ia pun berharap agar Indonesia lebih transparan dalam praktik diplomasinya terkait isu Papua.
"Seharusnya Indonesia dapat bersikap lebih transparan, tidak melulu menggunakan pola yang sama dalam diplomasinya menyangkut dengan Papua, sehingga tidak menjadi standar ganda ketika Indonesia pun bersuara lantang untuk kemerdekaan Palestina," ucap dia.
Diberitakan, salah satu negara Pasifik, Vanuatu, mengungkit masalah hak asasi manusia (HAM) di Papua dalam Sidang Umum PBB yang digelar pada Sabtu (26/9/2020).
Tudingan Vanuatu tersebut lantas direspons perwakilan Indonesia. Saat itu, diplomat muda Indonesia, Silvany Austin Pasaribu, menyampaikan hak jawab terkait persoalan tersebut.
"Sangat memalukan bahwa satu negara ini terus-menerus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau menjalankan pemerintahannya sendiri," ujar Silvany pada awal pidatonya, yang dilansir dari YouTube PBB pada Sabtu (26/9/2020).
"Terus terang saya bingung bagaimana bisa suatu negara mencoba untuk mengajar negara lain, sementara kehilangan inti dari seluruh prinsip dasar Piagam PBB," kata dia.
Silvany mengatakan bahwa tuduhan Pemerintah Vanuatu sudah tidak menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah negara Indonesia.
Baca juga: Diingatkan Jangan Ikut Campur, Sudah Beberapa Kali Vanuatu Singgung Isu Papua di Sidang PBB
Dalam kesempatan itu, Silvany juga menegaskan bahwa Vanuatu bukan perwakilan warga Papua sehingga ia meminta agar Vanuatu berhenti berfantasi untuk turut serta mencampuri permasalahan Papua.
“Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya,” kata Silvany.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.