JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto membantah bahwa pihaknya memiliki pasukan khusus sebagaimana ramai diberitakan.
Wawan menjelaskan, pasukan khusus Rajawali merupakan kode sandi untuk Pendidikan Intelijen Khusus (Dikintelsus). Tujuannya agar personel BIN memahami tugas dan dinamika di lapangan terkait intelijen tempur, taktik dan teknik intelijen di medan hutan, perkotaan, serta peningkatan kapabilitas SDM.
"Ini bukan pasukan (unit) tersendiri, namun kepelatihan intelijen khusus yang diberikan kepada personel BIN yang bertugas di lapangan (bersama TNI, Polri)," kata Wawan dalam keterangan tertulis, Selasa (15/9/2020).
Baca juga: Saat BIN Pamerkan Pasukan Khusus Bernama Rajawali...
Wawan menuturkan, pelatihan itu dilaksanakan berdasarkan evaluasi terhadap hasil operasi satgas di wilayah konflik. Ia mengatakan, personel BIN di Papua ada yang telah gugur dan terluka.
Menurut Wawan, penutupan Dikintelsus selalu diwarnai dengan atraksi keterampilan, baik bela diri, teknologi informasi, bahan peledak atau keterampilan senjata, serta simulasi penumpasan ATHG (ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan) lainnya.
Pendidikan ini, kata Wawan, ditujukan untuk mengasah kemampuan dalam mengatasi tugas khusus yang berat dan medan yang sulit.
Baca juga: BIN Dinilai Tak Boleh Punya Pasukan Pemukul, Kecuali...
Setelah selesai pendidikan, mereka diterjunkan untuk tugas klandestin di berbagai sasaran yang menjadi titik ATHG. Mereka terjun seorang diri ataupun bekerja dengan tim kecil (satgas).
Wawan menegaskan, Dikintelsus tak dibentuk menjadi sebuah pasukan, tetapi akan diterjunkan secara personal atau mandiri di wilayah tugas.
Dengan demikian, peserta Dikintelsus bukan pasukan tempur, meski latihannya adalah latihan parakomando.
"Diklat seperti ini biasa dilakukan di BIN, semua ditujukan untuk menciptakan insan intelijen yang tangguh guna melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, serta menjaga keselamatan 267 juta rakyat Indonesia," kata Wawan.
"Saya juga mantan rektor STIN yang sekarang disebut gubernur, sehingga paham akan sistem pendidikan yang diterapkan di BIN. Setelah selesai pendidikan, mereka kembali ke unit tugas masing-masing sesuai tupoksinya," tutur dia.
Baca juga: BIN Bentuk Pasukan Khusus, Syarif Hasan: Berpotensi Timbulkan Masalah
Wawan mengatakan, atraksi penutupan pendidikan adalah simulasi hasil pendidikan yang mencerminkan ketangguhan skill, spirit, stamina, keberanian, wawasan, dan pendekatan personal yang baik dan dibarengi kecepatan bertindak jika ada ATHG.
Ia menekankan, tidak tepat bila ada pihak yang mengaitkan pelatihan ini dengan Schutz Staffel Nazi Jerman.
"Jadi tidak ada pasukan di BIN, penamaan pasukan khusus Rajawali adalah kode sandi pendidikan yang selalu berubah kodenya di setiap jenis pendidikan," lanjut Wawan.
Polemik dugaan pasukan khusus BIN ini kali pertama mencuat ke publik melalui rekaman video Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang diunggah di akun instragam pribadinya @bambang.soesatyo.
Baca juga: Bamsoet Klarifikasi soal Keberadaan Pasukan Khusus BIN