Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarawan Paparkan Miripnya Pandemi Covid-19 dengan Flu Spanyol 1918

Kompas.com - 01/08/2020, 14:30 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejarawan Universitas Indonesia Tri Wahyuning menyebut, kondisi pandemi Covid-19 saat ini mirip dengan kondisi saat terjadi wabah flu spanyol pada 1918.

Kedua bencana kesehatan tersebut sama-sama menjangkiti banyak negara, termasuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda.

Layaknya pemerintah RI saat ini, pemerintah kolonial Belanda juga berupaya menyosialisasikan protokol kesehatan kepada masyarakat.

"Petugas pemerintah kolonial rutin berkeliling menggunakan mobil untuk menyosialisasikan bahwa penyakit itu mematikan, lebih baik di rumah saja, memakai masker dan menjaga kebersihan," kata Tri dalam acara bincang-bincang Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang disiarkan melalui akun Youtube BNPB, Sabtu (1/8/2020).

Menurut dia, saat itu peran media massa sepeti koran masih sangat terbatas dan belum bisa menjangkau seluruh rakyat.

Baca juga: Sejarawan Sebut Flu Spanyol Tewaskan Jutaan Orang di Indonesia karena Penanganan Terlambat

Akhirnya pemerintah kolonial menggunakan cara-cara sosialisasi secara langsung agar masyarakat tidak menganggap remeh dan tetap waspada terhadap flu spanyol yang sedang mewabah.

Namun, pada saat itu juga terdapat perbedaan pandangan antara pemerintah kolonial dengan sebagian masyarakat dalam menanggapi flu spanyol.

"Masyarakat memandang penyakit tersebut bersumber dari alam seperti debu, angin dan lain-lain. Sementara pemerintah kolonial melihat sumber penularan berasal dari luar, yaitu orang-orang pendatang yang menjadi pembawa virus," ujarnya.

Tri juga mengatakan, pada masa awal flu spanyol terjadi, hampir tidak ada negara yang siap mengantisipasi. Ketidaksiapan itu terlihat dari penanganan yang lambat.

Baca juga: Melawan Wabah Flu Spanyol 1918, Orang-orang Menyantap Bubur Hangat, Pakai Masker, dan Hirup Udara Segar

Saat wabah penyakit itu mulai terjadi dan beberapa orang mulai memperlihatkan gejala-gejala, para petinggi sejumlah negara justru abai dengan fenomena tersebut.

Begitu pula dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Menurut dia, saat itu sudah ada laporan dari daerah melalui telegram yang menyatakan sudah banyak korban, misalnya di Bali dan Banyuwangi,

Namun, laporan itu tertahan di lembaga yang secara administratif setara dengan sekretariat negara selama berbulan-bulan.

"Karena tidak mendapat tanggapan, pemerintah kolonial di daerah akhirnya menjadi panik dan menyerahkan kepada masyarakat agar bertindak sendiri," ujarnya.

Masyarakat akhirnya lebih mengedepankan upaya pengobatan tradisional. Misalnya bahan-bahan alami seperti jamu-jamuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com