Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: 60 Terpidana Mati Tunggu Waktu Eksekusi Lebih dari 10 Tahun

Kompas.com - 26/06/2020, 23:06 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mencatat sebanyak 60 terpidana hukuman mati telah menunggu waktu eksekusi selama lebih dari 10 tahun.

Hal itu diungkapkan dalam rangka memperingati Hari Internasional untuk Mendukung Korban Penyiksaan yang jatuh setiap 26 Juni.

“Seluruh (60) terpidana mati tersebut telah menunggu eksekusi dalam waktu yang cukup lama yakni lebih dari 10 tahun dengan kondisi tempat penahanan yang buruk,” kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu melalui keterangan tertulis, Jumat (26/6/2020).

ICJR mengungkapkan, lima terpidana mati di antaranya telah menunggu waktu eksekusi selama lebih dari 20 tahun.

Baca juga: Imparsial Sebut Eksekusi Mati pada Era Jokowi-JK meningkat Tajam

Bahkan, seorang terpidana mati menunggu waktu eksekusi selama hampir 40 tahun lamanya.

Erasmus menuturkan, menunggu dalam waktu yang tak menentu untuk dieksekusi serta dalam penjara yang dinilai tak layak merupakan bagian dari penyiksaan.

Hal itu dikategorikan sebagai bagian dari penghukuman yang kejam dan tak manusiawi.

Menurut temuan ICJR, para napi ditempatkan dalam sel bercahaya rendah, waktu minim untuk berkegiatan di luar sel, mengalami diskriminasi dan perundungan, kekerasan, dan lapas yang overkapasitas. Kondisi itu memengaruhi kondisi psikologis.

Kemudian, nutrisi yang kurang dalam makanan, tidak ada pemeriksaan medis berkala, jam besuk terbatas, akses terbatas terhadap bahan bacaan, dan jumlah psikolog yang sangat minim.

Baca juga: ICJR Desak Pemerintah Kaji Fenomena Tingginya Daftar Tunggu Eksekusi Mati

Hal tersebut, kata Erasmus, menciptakan fenomena yang disebut fenomena deret tunggu.

“Yang berarti situasi-situasi buruk ketika terpidana mati mengalami tekanan mental atau stres yang hebat karena menunggu waktu eksekusi yang panjang dan tak pasti di tempat-tempat penahanan dengan kondisi yang tidak layak,” ucapnya.

ICJR berpandangan, mempercepat eksekusi bukan solusi untuk menuntaskan persoalan tersebut. 

Apabila hukuman mati tetap diimplementasikan, negara wajib menjamin terpidana terhindar dari fenomena deret tunggu.

Seandainya fenomena tersebut masih terjadi, ICJR mengusulkan adanya moratorium.

“Untuk menghindari adanya fenomena deret tunggu, pemerintah dan sistem peradilan pidana wajib melakukan moratorium eksekusi mati, termasuk moratorium penuntutan dan penjatuhan pidana mati,” tutur Erasmus.

Baca juga: Jaksa Agung Tegaskan Lanjutkan Eksekusi Mati

ICJR kemudian menyinggung penerapan komutasi atau peralihan hukuman bagi terpidana mati dengan masa tunggu lebih dari 10 tahun yang tercantum dalam RKUHP.

“Oleh pemerintah, perumusan tersebut diklaim sebagai kebijakan “jalan tengah” polemik pidana mati,” ucap dia.

“Jika pemerintah benar berkomitmen pada politik hukumnya lewat rumusan RKUHP, maka komutasi bagi terpidana mati yang sudah dideret tunggu lebih dari 10 tahun harus diberikan,” sambung Erasmus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com