JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Penggugat adalah dua orang advokat bernama Runik Erwanto dan Singgih Tomi Gumilang.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar MK, Kamis (11/6/2020), Kuasa Hukum Pemohon, Muhammad Soleh, menyebutkan bahwa Pasal 55 Ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan bertentangan dengan bunyi Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal yang dimaksud berbunyi, "Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat".
Baca juga: Baru Diterbitkan Perppu Pilkada Digugat ke MK, Ini Alasan Pemohon
Soleh mengatakan, kata "orang" dalam pasal tersebut bisa dimaknai sebagai anak, dewasa, tua, laki-laki maupun perempuan, kaya maupun miskin.
Padahal, lanjut dia, kata tersebut seharusnya dimaknai sebatas "orang miskin".
"Pasal a quo harus dimaknai secara konstitusional bersyarat yaitu hanya orang miskin yang ditanggung oleh pemerintah pusat," kata Soleh dikutip dari siaran pers di laman resmi MK, Jumat (12/6/2020).
Menurut pemohon, pasal tersebut menjadi salah satu penyebab pemerintah enggan memberlakukan karantina wilayah dan memilih menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Pemerintah khawatir, jika karantina wilayah diberlakukan pemerintah berkewajiban menanggung beban hidup seluruh warganya.
"Yang menjadi persoalan bagi pemerintah jika karantina wilayah diberlakukan adalah pemerintah khawatir jika harus membiayai makan penduduk yang diberlakukan karantina wilayah," ujar Soleh.
Baca juga: Pengakuan Pemerintah soal Perppu 1/2020 dan Tudingan Penggugat di Sidang MK...
Padahal, seandainya kata "orang" dalam pasal tersebut dibatasi sebagai "orang miskin", beban anggaran pemerintah pusat dalam memberlakukan karantina wilayah tak terlalu besar.
Pemaknaan "orang miskin" juga dinilai sejalan dengan UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1) yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".
Serta Pasal 34 Ayat (1) yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara".
Oleh karena alasan-alasan tersebut, pemohon meminta supaya MK memutuskan bunyi Pasal 55 Ayat (1) UU Kekarantinaan Wilayah inkonstitusional, atau konstitusional sepanjang kata "orang" dimaknai sebagai "orang miskin".
“Berdasarkan uraian tersebut, para Pemohon memohon agar Majelis Hakim menyatakan Pasal 55 ayat (1) harus dinyatakan konstitusional bersyarat dengan makna orang miskin,” kata Soleh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.