Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Kekarantinaan Kesehatan Digugat, Negara Diminta Hanya Cukupi Kebutuhan Warga Miskin

Kompas.com - 12/06/2020, 14:24 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Penggugat adalah dua orang advokat bernama Runik Erwanto dan Singgih Tomi Gumilang.

Dalam sidang pendahuluan yang digelar MK, Kamis (11/6/2020), Kuasa Hukum Pemohon, Muhammad Soleh, menyebutkan bahwa Pasal 55 Ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan bertentangan dengan bunyi Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal yang dimaksud berbunyi, "Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat".

Baca juga: Baru Diterbitkan Perppu Pilkada Digugat ke MK, Ini Alasan Pemohon

Soleh mengatakan, kata "orang" dalam pasal tersebut bisa dimaknai sebagai anak, dewasa, tua, laki-laki maupun perempuan, kaya maupun miskin.

Padahal, lanjut dia, kata tersebut seharusnya dimaknai sebatas "orang miskin".

"Pasal a quo harus dimaknai secara konstitusional bersyarat yaitu hanya orang miskin yang ditanggung oleh pemerintah pusat," kata Soleh dikutip dari siaran pers di laman resmi MK, Jumat (12/6/2020).

Menurut pemohon, pasal tersebut menjadi salah satu penyebab pemerintah enggan memberlakukan karantina wilayah dan memilih menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Pemerintah khawatir, jika karantina wilayah diberlakukan pemerintah berkewajiban menanggung beban hidup seluruh warganya.

"Yang menjadi persoalan bagi pemerintah jika karantina wilayah diberlakukan adalah pemerintah khawatir jika harus membiayai makan penduduk yang diberlakukan karantina wilayah," ujar Soleh.

Baca juga: Pengakuan Pemerintah soal Perppu 1/2020 dan Tudingan Penggugat di Sidang MK...

Padahal, seandainya kata "orang" dalam pasal tersebut dibatasi sebagai "orang miskin", beban anggaran pemerintah pusat dalam memberlakukan karantina wilayah tak terlalu besar.

Pemaknaan "orang miskin" juga dinilai sejalan dengan UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1) yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".

Serta Pasal 34 Ayat (1) yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara".

Oleh karena alasan-alasan tersebut, pemohon meminta supaya MK memutuskan bunyi Pasal 55 Ayat (1) UU Kekarantinaan Wilayah inkonstitusional, atau konstitusional sepanjang kata "orang" dimaknai sebagai "orang miskin".

“Berdasarkan uraian tersebut, para Pemohon memohon agar Majelis Hakim menyatakan Pasal 55 ayat (1) harus dinyatakan konstitusional bersyarat dengan makna orang miskin,” kata Soleh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com