JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani merespons penangkapan terhadap Ruslan Buton, seorang pecatan TNI AD, yang kini berstatus tersang pelaku ujaran kebencian.
Arsul meminta Polri tidak mudah menangkap orang dengan menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Meminta Polri agar tidak gampang-gampang menangkap orang," kata Arsul kepada wartawan, Selasa (2/6/2020).
"Menggunakan kewenangan untuk melakukan upaya paksa dalam penindakan hukum terkait dugaan pelanggaran beberapa pasal dalam UU ITE maupun KUHP yang bukan kejahatan dengan kekerasan tidak boleh sembarangan," jelasnya.
Baca juga: Jejak Kasus Pecatan TNI Ruslan Buton, Tuntut Jokowi Mundur hingga Terlibat Kasus Pembunuhan La Gode
Menurut Arsul, Polri tidak perlu menangkap Ruslan. Arsul menilai apa yang dilakukan Ruslan belum terbukti memprovokasi masyarakat untuk melakukan makar atau melawan presiden.
Ia mengatakan, pasal-pasal yang digunakan polisi menjerat Ruslan sangat multitafsir.
Ruslan diketahui dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
"Tidak ada indikasi bahwa yang disampaikan Ruslan tersebut membuat masyarakat terprovokasi untuk melakukan makar atau melawan Presiden Joko Widodo (Jokowi)," ujar Arsul.
Politikus PPP itu menyatakan, polisi semestinya melakukan penyelidikan terhadap pernyataan Ruslan terlebih dahulu.
Arsul menyayangkan tindakan polisi dengan langsung menangkap Ruslan.
"Polisi harusnya meminta keterangan ahli dulu, apakah yang diucapkan atau ditulis itu terindikasi tindak pidana berdasarkan pasal pidana tertentu atau tidak, bukan langsung bertindak begitu tahu ada ucapan atau tulisan semacam itu," ucapnya.
Baca juga: Ruslan Buton Pecatan TNI yang Minta Jokowi Mundur di Tengah Pandemi Ditangkap Polisi
"Terlebih lagi jika upaya paksa seperti penangkapan tersebut inisiatif polisi sendiri tanpa ada yang melaporkannya dulu," lanjut Arsul.
Ia pun meminta Polri lebih akuntabel dan meningkatkan standar due process of law dalam menjalankan kewenangannya.
Khususnya, dalam menangani tindak pidana yang bukan kejahatan dengan kekerasan.
"Jangan sampai kerja-kerja positif Polri dalam penindakan kejahatan-kejahatan yang membahayakan masyarakat terciderai oleh upaya paksa terhadap dugaan tindak pidana berdasar pasal-pasal karet di atas," ucap Arsul.