JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian meminta pemerintah mencontoh Austrlia jika mau menerapkan new normal atau kelaziman baru di sekolah.
Menurut Hetifah, kebijakan pemerintah Australia yang mewajibkan kegiatan belajar mengajar tatap muka hanya satu minggu sekali bisa menjadi contoh permulaan yang baik.
"Kemendikbud diharapkan dapat belajar dari best practices negara lain yang telah memulai kembali kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini agar kita dapat mengambil pelajaran dan tidak memulai dari nol," kata Hetifah kepada wartawan, Jumat (29/5/2020).
Baca juga: PPDB Sekolah di Kota Bekasi Dibuka 15 Juni, Pendaftarannya 100 Persen Secara Online
Dia mengatakan, kegiatan belajar mengajar tatap muka di kelas lebih difungsikan sebagai sarana evaluasi belajar daring yang dilakukan selama sepekan.
Kemudian, guru dapat memberikan arahan untuk kegiatan belajar daring untuk seminggu berikutnya.
Hetifah berharap kelaziman baru di sekolah mengombinasikan belajar daring dan tatap muka, sehingga kontak langsung dapat diminimalkan.
"Di beberapa negara bagian di Australia, murid-murid hanya masuk seminggu sekali sesuai jadwalnya, dan hanya sebentar seperti ambil rapor," ujarnya.
Baca juga: Muncul Petisi Tolak Aktivitas Belajar di Sekolah Juli 2020, Orangtua Khawatir Anak Tertular Covid-19
"Hal ini hanya agar guru dapat mengevaluasi keberjalanan pembelajaran daring yang telah dilakukan seminggu kebelakang, dan memberikan arahan untuk seminggu ke depan. Pertemuan antar-murid sangat diminimalisir," tegas Hetifah.
Ia pun mendorong agar pembukaan sekolah di masa kelaziman baru nanti dibedakan berdasarkan zona di wilayah sekolah tersebut.
Hetifah menegaskan keselamatan guru, siswa, serta keluarga merupakan prioritas.
"Prioritas pertama adalah keselamatan siswa, guru, dan juga keluarganya. Ketuntasan kurikulum adalah nomor dua. Jika memang sekolah ingin dibuka, harus dipastikan memang hanya untuk daerah yang berada dalam zona hijau sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19," kata Hetifah.
Baca juga: Disdik DKI: 13 Juli 2020 Dimulainya Tahun Ajaran Baru, Bukan Kembalinya Siswa Belajar di Sekolah
Sekolah-sekolah pun harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Hetifah mengatakan, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kesehatan harus dipenuhi. Begitu pula dengan kondisi kelas yang harus sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
"Misal, untuk sarana dan prasarana, harus memenuhi kebutuhan sanitasi, seperti adanya toilet yang bersih, tempat cuci tangan dengan sabun, dan fasilitas UKS yang memadai," ucapnya.
"Kelas yang ada juga harus sesuai protokol Covid-19, seperti kursi dan bangku yang berjarak. Untuk sekolah yang belum dapat memenuhi standar-standar di atas, lebih baik untuk tidak dipaksakan dibuka dahulu," tegas Hetifah.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pun telah mengeluarkan rekomendasi dalam perumusan protokol new normal di sekolah.
Salah satu ide pengaturan new normal di sekolah yakni menghilangkan jam istirahat dan mengurangi jam belajar hanya menjadi 4 jam saja.
"Yang sedang kami rekomendasikan adalah menghilangkan jam istirahat dan memperpendek jam pelajaran, yang sedang didiskusikan masuk 4 jam sehari tanpa jam istirahat," kata Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA Ciput Eka Purwianti, Kamis (28/5/2020).
Rekomendasi lainnya yakni jam masuk dan pulang antar kelas yang diberlakukan berbeda supaya anak-anak tidak berkerumun saat tiba di gerbang sekolah serta saat akan pulang.
Selain itu, fasilitas untuk mencuci tangan dengan sabun juga harus diperbanyak oleh sekolah agar tidak terjadi antrean anak-anak yang akan mencuci tangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.