JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta tidak tergesa-gesa menyusun persiapan menuju new normal atau kenormalan baru.
Rencana pemerintah menuju kenormalan baru dinilai terlalu awal di saat upaya penanganan Covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda menggembirakan.
Presiden Joko Widodo menyebutkan persiapan menuju pola hidup normal baru telah disiapkan di 25 kabupaten/kota di empat provinsi.
Penerapan kenormalan baru itu dapat diperluas jika kemudian dianggap efektif membuat masyarakat produktif dan tetap aman di masa pandemi Covid-19.
Persiapan dilakukan dengan menerjunkan personel TNI/Polri di tempat umum atau keramaian.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani menilai Indonesia belum memenangkan perang melawan wabah virus corona.
Netty meminta pemerintah terlalu tergesa-gesa merencanakan penerapan new normal.
Netty mengatakan, ada indikator ilmiah yang mesti dipatuhi apabila pemerintah hendak menerapkan new normal.
Baca juga: Polda Metro Jaya Siapkan 3.987 Personel pada Awal Penerapan New Normal
Misalnya, jumlah kasus telah berkurang, bahkan nol. Kemudian, peningkatan kapasitas tes massal, hingga pembatasan ketat demi mencegah penyebaran Covid-19.
"Satu hal krusial yang harus pemerintah dan masyarakat pahami adalah new normal hanya berlaku bagi negara yang berhasil melawan Covid-19. Indonesia belum menang melawan corona," kata Netty, Rabu (27/5/2020).
"Terbukti dengan peningkatan kasus dan kematian yang meningkat secara eksponensial," lanjutnya.
Ia pun meminta pemerintah melibatkan para pakar dan akademisi, serta tenaga kesehatan dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan di masa pandemi Covid-19. Netty juga mendesak pemerintah memperbaiki komunikasi publik.
"Kebijakan pemerintah yang non-scientific populisme membingungkan masyarakat. Apalagi ditambah komunikasi yang buruk dan bising di antara pejabat publik," kata Netty.
Baca juga: Ketua DPR Minta Pemerintah Transparan soal Data Covid-19 Sebelum Terapkan New Normal
Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah menyampaikan data Covid-19 secara transparan sebelum menerapkan kenormalan baru.
Puan menyatakan penerapan kenormalan baru harus berlandaskan pada kajian ilmiah yang mendalam.
"Transparansi data menjadi penting, sebab pemerintah perlu menjelaskan kepada rakyat saat ini posisi Indonesia tepatnya ada di mana dalam kurva pandemi Covid-19, serta bagaimana prediksi perkembangannya ke depan," kata Puan, Rabu (27/5/2020).
Puan pun mendorong pemerintah agar menyusun dengan cermat protokol kesehatan di masa kenormalan baru.
Ia berharap protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah tidak menimbulkan kebingungan baru di masyarakat.
Baca juga: Menpan RB Sebut Sistem Kerja ASN Fleksibel Saat New Normal
Puan menjelaskan, dalam protokol kenormalan baru, juga harus ada skenario jika ada gelombang kedua wabah virus corona.
"Di dalam protokol kenormalan baru harus ada skenario dan simulasi apa yang harus segera dilakukan jika baru tiba-tiba ada gelombang baru penyebaran virus corona. Harus benar-benar lengkap rincian antisipasi dan langkah-langkahnya. Termasuk pihak mana saja yang bertanggungjawab atas setiap tindakan," ucapnya.
"Semuanya nanti harus dilakukan secara disiplin, baik dari aparat pemerintah yang mengawasi, maupun juga disiplin dari warga," tegas Puan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut persiapan menuju new normal atau tatanan kehidupan baru saat ini baru diterapkan di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota.
Kebijakan ini bisa diperluas jika dirasa efektif untuk membuat masyarakat produktif serta tetap aman dari virus corona.
"Ini akan kita lihat dalam satu minggu dampaknya seperti apa, kemudian akan kita lebarkan ke provinsi, kabupaten/kota lain apabila dirasa terdapat perbaikan yang signifikan" kata Jokowi usai meninjau kesiapan prosedur new normal di Mal Summarecon Bekasi, Selasa (26/5/2020).
Empat provinsi yang mulai melakukan persiapan menuju new normal ini yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Gorontalo. Persiapan dilakukan dengan menerjunkan personel TNI/Polri di tempat umum atau keramaian.
Salah satu aspek yang diukur bagi daerah untuk dapat menerapkan aktivitas sosial ekonomi pada era kenormalan baru adalah surveilans kesehatan masyarakat.
Salah satu indikator yang menunjukkan baiknya surveilans kesehatan masyarakat yakni jumlah pemeriksaan spesimen Covid-19 yang meningkat dan diikuti dengan berkurangnya kasus positif Covid-19.
"Giliran kenaikan pemeriksaannya naik, yang positifnya harus kecil, di bawah lima persen,” ujar Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers BNPB, Selasa (26/5/2020).
Baca juga: New Normal, Ketidaknormalan yang Dinormalkan
Aspek berikutnya yakni pelayanan kesehatan. Indikatornya antara lain, jumlah ketersediaan tempat tidur untuk kasus positif baru di rumah sakit, alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis di rumah sakit, serta ventilator.
Kemudian, gambaran epidemiologi di suatu wilayah. Salah satu indikatornya adalah jika kasus positif Covid-19 turun 50 persen selama dua pekan berturut-turut.
Selain penurunan kasus positif, jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) juga harus turun selama dua pekan sejak puncak terakhir.
Lalu, jumlah pasien yang sembuh dan jumlah ODP dan PDP yang telah selesai dipantau juga harus meningkat.
Sementara itu, jumlah pasien meninggal dari kasus positif juga harus menurun walaupun tidak ada target angka penurunannya.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan pemerintah bahwa pembukaan fasilitas menuju kenormalan baru harus dilakukan bertahap.
"Tanpa tahapan, nanti seperti dibuka bersama dari tahap pertama, ya kurang bijaksana dan lebih baik bertahap, kemudian di evaluasi lagi, bertahap dievaluasi lagi," kata Pandu, Rabu (27/5/2020).
Selain bertahap, menurut dia, pembukaan kembali suatu kota yang terdampak Covid-19 atau pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) harus memperhatikan beberapa indikator, seperti peningkatan kapasitas tes dan contact tracing serta peningkatan kesadaran menjaga kesehatan diri.
Baca juga: New Normal, Harapan Pemerintah Pulihkan Ekonomi dari Dampak Pandemi
Kemudian, berkurangnya jumlah kasus suspect dan kematian yang diduga akibat Covid-19 dalam kurun waktu paling sedikit 14 hari.
Selanjutnya, peningkatan kapasitas ICU, tenaga kesehatan, dan jumlah alat pelindung diri (APD) yang memadai.
Pandu pun mengingatkan kemungkinan terjadinya gelombang kedua wabah virus corona. Ia meminta pemerintah mengantisipasi kemungkinan tersebut.
"Yang kita khawatirkan ada lonjakan. Jadi harus siaplah. Kalau mau dibuka, dibuka boleh, tapi harus ada penilaian apakah sudah memenuhi syarat belum," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.