Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBH Jakarta: Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Presiden Jokowi Bebani Rakyat Kecil

Kompas.com - 15/05/2020, 11:06 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan, Presiden Joko Widodo menegaskan ketidakberpihakannya kepada masyarakat kecil saat memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

"Kenaikan itu akan semakin memperburuk kesejahteraan rakyat kecil di tengah pandemi Covid-19. Alih-alih memperbaiki dan memperkuat keterjangkauan layanan BPJS bagi rakyat kecil, presiden justru semakin membebankan rakyat dengan kenaikan iuran BPJS," ujar Arif sebagaimana dikutip dari keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (15/5/2020).

Baca juga: Soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, AHY: Ibarat Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Padahal, menurut dia, hilangnya mata pencaharian bagi rakyat kecil banyak terjadi di tengah pandemi ini.

Menurut Arif, sikap Presiden Jokowi ini menambah daftar buruk kebijakan Presiden yang tidak berpihak pada rakyat kecil di tengah Pandemi Covid-19.

"Setelah sebelumnya program kartu pra kerja yang tidak tepat sasaran, lemahnya perlindungan buruh dari PHK hingga pengajuan RUU bermasalah seperti RUU Cipta Kerja dan pengesahan UU Minerba yang hanya menguntungkan pengusaha dan elite politik tertentu," papar dia.

Selain itu, LBH Jakarta menilai, Presiden Jokowi mengabaikan kewajiban negara menjamin hak kesehatan warga.

Padahal, kata Arif, jaminan kesehatan merupakan hak asasi manusia sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945, UU Kesehatan, UU Jaminan Kesehatan dan UU HAM.

Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, aksesibilitas hingga kelayakan layanan kesehatan yang dalam hal ini salah satunya adalah menjamin Jaminan Kesehatan Nasional dapat dinikmati oleh seluruh rakyat dengan terjangkau dan fasilitas yang layak.

Merujuk sejumlah hal di atas, LBH Jakarta mendesak pemerintah untuk mencabut Perpres Nomor 64 Tahun 2020.

"Agar Presiden Mencabut Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dan menghentikan segala manuver hukum untuk menaikan iuran BPJS yang menyengsarakan rakyat dan melanggar hukum," tutur Arif.

"Kami pun mendesak Presiden untuk menghentikan kebijakan jaminan kesehatan yang membebankan rakyat dan segera melakukan pembenahan tata kelola program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS untuk menjalankan tujuan perlindungan kesejahteraan sosial. Hal ini dapat didahului dengan membuka audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan kepada publik," kata Arif lagi.

Baca juga: Berbagai Alasan dan Klaim Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan...


Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.

Berikut rinciannya:

  • Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
  • Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
  • Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 untuk kelas III sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Baca juga: Anggota Komisi IX DPR Minta Jokowi Batalkan Perpres Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

Pada akhir tahun lalu, Jokowi juga sempat menaikkan tarif iuran BPJS kesehatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Namun, Mahkamah Agung telah membatalkan kenaikan tersebut berdasarkan putusan uji materi yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com