Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LP3ES: Pemerintah Gelontorkan Rp 405 Triliun Tapi Tak Mampu Cegah Kelaparan

Kompas.com - 30/04/2020, 15:09 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengkritik langkah pemerintah dalam menangani kasus kelaparan yang dialami seorang warga Kota Serang, Banten, bernama Yuli.

Menurut LP3ES, pemerintah gagal memenuhi hak konstitusional warganya. Sebab, setelah dikabarkan menderita kelaparan karena tak berpenghasilan akibat wabah Covid-19, Yuli meninggal dunia pada 20 April kemarin.

Dalam kasus ini, terlihat bahwa warga negara belum mendapatkan hak dasarnya atas penghidupan yang layak.

"Kelaparan yang dialami oleh Ibu Yuli dan keluarganya yang berujung pada meninggalnya Ibu Yuli adalah pelanggaran konstitusional oleh negara," kata Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto, dalam sebuah diskusi yang digelar Kamis (30/4/2020).

Baca juga: Jutaan TKI di Malaysia Dihantui Kelaparan

"Atau sekurang-kurangnya ia adalah refleksi bahwa negara gagal memenuhi amanah konstitusi sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, Pasal 27 Ayat 2 dan Pasal 24 Ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945," lanjutnya.

Wijayanto mengatakan, sekalipun Yuli meninggal bukan karena kelaparan, pemerintah tetap dinilai gagal.

Sebab, sebelum meninggal, faktanya warga berusia 43 tahun itu mengalami kelaparan.

Baca juga: Pemkot Depok Diminta Segera Salurkan Bansos agar Warga Tak Mati Kelaparan

Peristiwa ini dinilai menjadi sebuah ironi, lantaran di saat yang bersamaan pemerintah mengucurkan dana hingga Rp 405 triliun untuk penanganan wabah Covid-19.

"Ironinya, uang sebesar Rp 405 triliun tak mampu mencegah seseorang mengalami kelaparan dan meninggal," ujar Wijayanto.

Menurut Wijayanto, peristiwa kelaparan tidak akan terjadi jika bantuan dari pemerintah tepat sasaran dan tepat waktu.

Kelaparan yang dialami Yuli, kata Wijayanto, merupakan bukti panjangnya alur birokrasi sebuah bantuan sampai ke tangan rakyat yang membutuhkan.

Baca juga: Imam Prasodjo Ingatkan Atasi Covid-19 Jangan Menyebabkan Kelaparan

"Ia (Yuli) adalah refleksi bahwa pemerintah masih berkerja sebagai business as usual dengan rantai birokrasi yang panjang, yang rawan dengan adanya penumpang gelap yang siap menyalip di tikungan," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, seorang warga Kota Serang, Banten bernama Yuli (43) meninggal dunia, Senin (20/4/2020) usai dikabarkan kelaparan dan tak makan selama dua hari.

Ia, empat anak dan suaminya yang seorang pemulung terpaksa hanya meminum air galon untuk mengganjal perut lapar mereka.

Baca juga: Ancaman Kelaparan dan Krisis Pangan Global Setelah Pandemi Corona

Sebelum meninggal dunia, Yuli sempat mengutarakan kesedihannya.

"Enggak makan dua hari, cuma diem aja, sampai saya sedih ya," kata Yuli sembari berlinang air mata, seperti dilansir Kompas TV.

Sembari menggendong anaknya yang masih bayi, Yuli bercerita, empat anaknya pun terpaksa harus menahan lapar.

"Anak empat. Ini yang paling kecil. Ini juga sampai sakit. Abah juga nyuruh, sabar ya," tutur dia pilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com