Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Kepala Desa Tak Setuju Warga Mudik karena Pertimbangan Kesehatan

Kompas.com - 14/04/2020, 15:13 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -  Pertimbangan kesehatan menjadi alasan utama kepala desa untuk setuju pada kegiatan mudik atau tidak mudik.

Hal itu berdasarkan hasil survei para kepala desa yang digelar Balilatfo Kemendes PDTT terhadap 3.931 kepala desa yang berada di 31 provinsi di Indonesia.

"Dari jumlah kepala desa yang tidak setuju warganya mudik, mayoritas pertimbangannya disebabkan alasan kesehatan (88,38 persen)," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo) Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Ivanovich Agustadalam pemaparan yang digelar secara daring pada Selasa (14/4/2020).

Baca juga: Survei: 89,75 Persen Kepala Desa Tak Ingin Warga Mudik Saat Lebaran 2020

Kemudian, dari jumlah kepala desa yang setuju warganya mudik, alasan utamanya juga faktor kesehatan (70,72 persen).

"Dasar alasan kesehatan menunjukkan kepala desa berperilaku rasional," lanjut Agusta.

Adapun alasan lain karena faktor sosial dan ekonomi yang menjadi latarbelakang kepala desa menyatakan setuju atau tidak setuju jika warganya mudik ke desa.

Sementara itu, bagi kepala desa yang setuju maupun tidak setuju warganya mudik tidak mengungkapkan alasan keamanan atau alasan politik.

Baca juga: Ini Alasan Para Kepala Desa Tak Ingin Warga Mudik Lebaran 2020

Merujuk kepada hasil survei ini, Agusta menilai pertimbangan para kepala desa harus diimbangi dengan kebijakan yang proporsional dari pemerintah.

"Maka, penyajian informasi ilmiah atas aspek-aspek kesehatan di masa pandemi Covid-19 menjadi sangat penting. Jangan menggunakan landasan yang tidak ilmiah sebagai latar belakang untuk menyetujui mudik atau membatalkannya," tegasnya.

Pihaknya menyarankan agar pemerintah membangun argumen dari sisi kesehatan.

Baca juga: Pemerintah Alihkan Dana Desa hingga Rp 24 Triliun untuk BLT

Kedua, jika kebijakan tidak mudik hendak dikuatkan, sebaiknya juga ada kontra argumen sosial (seperti adat mudik) dan kontra argumen ekonomi (seperti pendapatan menurun di kota).

"Contohnya, keluarga masih bertatap muka lewat sambungan telematika (video call, telepon) dan berkirim surat, agar tetap bisa kopi darat seusai pandemi. Sekarang hidup prihatin, tapi dengan berjauhan akan memutus pandemi, sehingga kelak pendapatan normal kembali," tambahnya.

Baca juga: Menteri Desa PDTT Jelaskan Sebab Penyaluran Dana Desa Belum Maksimal

Sebelumnya, survei yang digelar Balilatfo menunjukkan sebanyak 89,75 persen kepala desa menyatakan tidak setuju jika warganya yang saat ini berada di kota melakukan mudik Lebaran 2020 di tengah kondisi pandemi Covid-19.

"Dari survei diperoleh nilai hampir mutlak yakni 89,75 persen kepala desa tidak setuju warganya mudik pada saat ini," ujar Ivanovich Agusta dalam pemaparan survei yang digelar secara daring, Selasa (14/4/2020).

Selain itu, sebanyak 10,25 persen kepala desa setuju warganya mudik dalam rangka Lebaran 2020.

Baca juga: Pemerintah Janjikan Upah Lebih Besar di Program Padat Karya Tunai Desa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com