JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diharapkan segera menerbitkan peraturan presiden baru untuk menggantikan Perpres 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, menyusul dibatalkannya ketentuan Pasal 34 Perpres tersebut oleh Mahkamah Agung.
Pembatalan ini berimplikasi tidak bisa berlakunya ketentuan tarif iuran baru BPJS Kesehatan yang sebelumnya telah diberlakukan pemerintah sejak awal tahun 2020.
"Agar Presiden segera mengeluarkan perpres baru. Ini penting untuk menjamin kepastian hukum," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis, Rabu (11/3/2020).
Baca juga: YLKI Minta BPJS Kesehatan Tak Turunkan Kualitas Pelayanan Pasien
"Sebab pernyataan manajemen BPJS Kesehatan akan tetap menggunakan Perpres lama, jika pemerintah belum mengubah atau mengeluarkan Perpres baru. Dengan kata lain, kenaikan tarif tetap akan diberlakukan oleh BPJS Kesehatan," imbuh dia.
Tulus mengatakan, pembatalan ini sebenarnya memiliki dua implikasi. Di satu sisi, konsumen tidak akan terlalu keberatan dengan besarnya iuran yang harus dibayarkan.
Di sisi lain, muncul kekhwatiran bahwa hal ini akan mereduksi pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien BPJS Kesehatan.
"Kalau yang direduksi hanya servis non-medis masih mendingan, tetapi jika yang direduksi servis medisnya, ini yang membahayakan pasien karena bisa berdampak terhadap patient safety. Misalnya, jenis obatnya diganti atau dikurangi," ujarnya.
Baca juga: Pasca-putusan MA, BPJS Kesehatan Diminta Berbenah
Lebih jauh, YLKI juga mendorong Kemensos untuk segera melakukan pembersihan data untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Sebab, sampai saat ini cleansing tersebut belum dilakukan, sehingga potensi penerima PBI yang salah sasaran masih sangat besar.
Hasil cleansing data nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan peserta mandiri menjadi peserta PBI.
"Sebab, faktanya peserta kelas mandiri mayoritas adalah kelas 3. Artinya, dari sisi sosial ekonomi adalah kelompok rentan, dan pantas menjadi anggota PBI juga," kata dia.
Selain itu, Tulus mendorong, agar BPJS mengefektifkan tagihan peserta kelas mandiri yang masih menunggak. Sebab tunggakan mereka dianggap cukup signifikan yaitu mencapai 54 persenan.
Baca juga: Komisi IX DPR: Putusan MA yang Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Jadi Momentum Berbenah
Diberitakan, MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020.
Permohonan uji materi diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan.
Mereka meminta MA membatalkan kenaikan iuran tersebut.
Majelis hakim MA menyatakan Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. (T.D018)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.