JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membantah bahwa peristiwa Painai terjadi karena masyarakat setempat lebih dulu menyerang pasukan TNI dan Polri.
Sebaliknya, ia menegaskan bahwa peristiwa itu dipicu karena aparat keamanan melakukan kekerasan terhadap warga.
Pernyataan ini merespons ucapan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko bahwa peristiwa Paniai terjadi karena pasukan TNI dan Polri diserang lebih dulu oleh masyarakat setempat.
"Dalam penelitian Amnesty, pemicu awal bukan masyarakat Papua. Masyarakat itu marah di hari Senin, 8 Desember. Peristiwa awalnya terjadi pada hari Minggu 7 Desember," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/2/2020).
Baca juga: Menurut Moeldoko, Masyarakat di Paniai Lebih Dulu Serang TNI dan Polri
Usman mengatakan, pada 7 Desember aparat melakukan penganiayaan terhadap sejumlah warga, di antaranta Yulianus Yeimo.
Kejadian itu berlangsung di Pondok Natal Km 4, Jalan Poros Madi-Enarotali, District Paniai Timur, Kabupaten Paniai.
Akibat penganiayaan itu, korban mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan, telinga kiri, dan luka robek di ibu jari kiri.
"Itu semua juga termasuk akibat pukulan benda keras yaitu popor senjata api laras panjang," ujar Usman.
Baca juga: Moeldoko Diminta Buktikan Ucapannya soal Paniai ke Penegak Hukum
Usman pun meminta pemerintah mengambil langkah konstitusional, legal, dan institusional.
Langkah konstitusional dilakukan dengan memastikan masyarakat Paniai yang menjadi korban bisa mendapat keadilan. Apalagi, di negara hukum, setiap orang, tidak terkecuali aparat TNI dan Polri, memiliki kedudukan yang sama.
Kemudian, langkah legal berarti menyelesaikan kasus ini sesuai undang-undang yaitu undang-undang tentang pengadilan HAM.
"Bukan dengan sanggahan berupa pernyataan politik," ujar dia.
Baca juga: Komnas HAM Ingin Kasus Paniai Segera Ditingkatkan ke Penyidikan
Secara institusional, Usman mendesak supaya kasus ini ditangani oleh lembaga yang tepat, yaitu Jaksa Agung.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan, peristiwa Paniai bukan pelanggaran HAM berat.
Ia bahkan mengatakan, pasukan TNI dan Polriyang diserang lebih dulu oleh masyarakat setempat.
Baca juga: Mahfud Akan Panggil Jaksa Agung soal Kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai
Lantaran diserang secara sporadis oleh masyarakat, menurut Moeldoko, pasukan TNI dan Polri di sana menjadi reaktif.
Ia memastikan, tak ada instruksi dari pimpinan pasukan untuk menyerang balik masyarakat.
"Yang saya dapat laporan waktu itu ada kapolsek, koramil, dia mendapat serangan dari masyarakat sehingga bersifat reaktif dan dilihat saja dokumennya ada enggak perintah dari atasan untuk melakukan tindakan represif? Kan enggak ada," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.