Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Telusuri Aliran Dana dari 5.000 Transaksi di Jiwasraya

Kompas.com - 21/01/2020, 19:08 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya akan menelusuri aliran dana dalam 5.000 transaksi terkait kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Hal ini dilakukan untuk membantu penyidik Kejaksaan Agung dalam menelusuri aliran dana korupsi perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

"Saya tidak tahu persis jumlahnya. Tapi kalau tidak salah yang disebut Pak Jaksa Agung 5.000 transaksi ya," ujar Kiagus di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).

"Tapi kami tidak melihat berapa jumlahnya. Pokoknya yang kami lihat transaksinya itu, kami akan telusuri untuk dukung Kejaksaan Agung," lanjut dia.

Baca juga: Komisi VI dan XI Bentuk Panja Jiwasraya, Demokrat Ngotot Ingin Pansus

PPATK tidak memasang jangka waktu tertentu dalam penelusuran ribuan transaksi itu.

"Jadi penelusuran suatu transaksi atau kejahatan itu tidak bisa disamakan. Sebab sangat tergantung kepada layer-ing (menutupi kasus) yang dilakukan," tutur Kiagus.

"Kalau layering-nya sederhana, maka penyidik juga lebih sederhana penelusurannya. Tapi kalau layeringnya banyak, berputar-putar untuk menutupi itu kan juga memerlukan waktu," tambah dia.

Sehingga, PPATK akan melakukan penelusuran secara bertahap dan hasilnya akan disampaikan secara berkala kepada penegak hukum.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung masih menelaah 5.000 transaksi untuk mengungkap kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Memang ini agak lama karena gini, kita akan membedah bahwa ini ada transaksi-transaki yang transaksinya melebihi dari lima ribu transaksi jadi tolong teman-teman, kami perlu waktu," kata Burhanudin di Kantor Kejaksaan Agung, Rabu (8/1/2020).

Burhanudin menjelaskan, penelaahan ribuan transaksi itu merupakan salah satu faktor yang membuat pengungkapan kasus Jiwasraya tidak dapat berjalan cepat.

Baca juga: Komisi VI DPR Buka Opsi Privatisasi Jiwasraya

Sebab, ribuan transaksi itu harus ditelaah secara cermat untuk menentukan apakah transaksi tersebut merupakan transaksi bodong atau bukan.

"Kami perlu waktu, mana transaksi bodong, mana transaksi digoreng, mana transaksi yang benar. Kita tidak bisa melakukan hal dengan gegabah karena yang akibatnya tidak baik," ujar Burhanudin.

Adapun dalam menelaah transaksi-transaksi tersebut, pihak Kejaksaan Agung bekerja sama dengan sejunlah pihak seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kasus ini terkuak setelah perusahaan asuransi itu memastikan pembayaran kewajiban sebesar Rp 12,4 triliun yang dijanjikan pada Desember 2019 tak bisa terlaksana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com