Akhir-akhir ini di Indonesia, SAFEnet menyaksikan amuk siber dalam bentuk pelecehan massal terhadap seseorang/kelompok, atau kekerasan massal terhadap orang/kelompok yang mendukung seorang politisi yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta atau terhadap para aktivis yang menentang revisi undang-undang tersebut.
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau tindakan yang dikoordinasikan secara massal untuk memberikan ulasan bintang satu kepada Tempo sebagai saluran media utama untuk membuat Google Playstore secara otomatis menghapus daftar/menghapus aplikasi media.
Alasan yang digunakan hanya karena Tempo membuat sampul majalah yang menggambarkan hidung Pinokio dalam bayangan Presiden Indonesia Joko Widodo. Kasus yang terbaru, terjadi amuk siber pada aplikasi toko parfum Tous Le Jours di Perancis, karena secara keliru terkait dengan toko roti Tous Le Jours di Indonesia.
Tantangan lain datang dari pengintaian massal daring. Tahun ini, untuk pertama kalinya, ponsel Samsung turun ke posisi kedua sebagai pemimpin pasar ponsel pintar.
Menurut laporan lembaga riset Canalys, pemimpin lima pasar smartphone teratas di kuartal kedua tahun ini di Indonesia adalah: Oppo (Guandong , China) 26 persen, Samsung (Korea) 24 persen, Xiaomi (China) 19 persen, Vivo (satu perusahaan dengan Xiaomi) 15 persen, Realme (satu perusahaan dengan Oppo) 7 persen.
Sebagian besar ponsel cerdas China ini menyimpan data pengguna mereka di cloud mereka sendiri - misalnya Oppo Cloud - yang disimpan di China.
Program Smart City dengan pelaksanaan CCTV seluruh tempat juga terkait dengan perusahaan China yang memasok teknologi dengan pengenalan wajah dan artificial intelligent (kecerdasan buatan).
Sebenarnya, praktik pengintaian massal sangat umum untuk tujuan ekonomi, oleh perusahaan teknologi untuk melakukan surveillance marketing/capitalism.
GAFAM (Google, Apple, Facebook, Amazon) dan lainnya menambang data pengguna ini untuk mendapatkan uang.
Tetapi, sekarang tantangan juga datang dengan tujuan politik: karena partai politik, pemerintah, mulai menggunakan metode ini untuk tujuan politik seperti memenangkan pemilihan, mengarusutamakan isu ke publik agar mendapatkan dukungan.
Tantangan-tantangan ini perlu ditangani secepatnya, karena Indonesia masih belum memiliki peraturan untuk melindungi privasi data daring dari penambangan data dan pemanfaatan ilegal yang melanggar hak digital. (Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet/Southeast Asia Freedom of Expression Network, IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.