Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Damar Juniarto
Praktisi Demokrasi Digital

Executive Director SAFEnet, alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online, pendiri Forum Demokrasi Digital, dan penerima penghargaan YNW Marketeers Netizen Award 2018.

Catatan Akhir Tahun 2019: Tantangan di Masa Depan untuk Perlindungan Hak Digital Indonesia

Kompas.com - 21/12/2019, 18:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN-TAHUN politik baru-baru ini ikut memengaruhi dunia digital. Dengan pertumbuhan pengguna Internet mencapai sekitar 171,17 juta atau 64,8 persen dari total populasi Indonesia, tampak jelas kontrol pemerintah Indonesia atas internet menjadi semakin ketat.

Sebelum tahun-tahun politik, kontrol ini telah terjadi di situs web dan media sosial melalui berbagai tindakan memblokir dan menyensor, terutama yang terjadi terhadap lesbian, gay, biseksual, waria, dan interseks (LGBTI) dan kelompok aktivis Papua.

Sekarang meskipun kesenjangan digital masih menjadi masalah -- pengguna Internet Indonesia (72,41 persen) berada di daerah perkotaan.

Warga di Pulau Jawa terpapar ke Internet 57,70 persen, sedangkan yang terendah Bali-Nusa 5,63 persen dan Maluku-Papua 2,49 persen -- hak warga atas akses informasi dilanggar oleh praktik internet shutdown (pemadaman internet) yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Dalam tiga peristiwa yang terjadi pada tahun 2019, pemadaman internet digunakan sebagai cara baru bagi pemerintah untuk mengendalikan informasi, membatasi akses ke informasi dan menyensor internet.

Kriminalisasi semakin memburuk dengan menggunakan UU ITE, hukum internet yang telah ada sejak tahun 2008.

Meskipun UU ITE itu telah direvisi pada tahun 2016, tetapi jumlah orang sedang diselidiki oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Kepolisian Nasional meningkat tahun demi tahun.

Sejak 2017-2019 total 6.895 orang sudah diselidiki oleh polisi, dengan rincian 38 persen (2.623) terkait dengan penghinaan terhadap tokoh / penguasa / lembaga publik, 20 persen (1.397) terkait dengan penyebaran hoax, 12 persen (840) terkait dengan pidato kebencian, sisanya atas tindakan lain.

Beberapa penyelidikan kepolisian berlanjut ke pengadilan. Menurut database Mahkamah Agung dari 2008-2018, ada 525 kasus hukum terkait UU ITE.

Jumlah kasus pada 2018 dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Sebanyak 24 persen terkait dengan kasus pencemaran nama baik, 22 persen terkait dengan kasus penistaan.

Pada tahun 2019, Indonesia, negara dengan jumlah pengguna internet tertinggi kelima di dunia, berencana untuk mengeluarkan regulasi pertama mereka tentang keamanan siber yang dinamakan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS).

Setelah RUU KKS disahkan, Indonesia akan menjadi negara Asia Tenggara terbaru dengan undang-undang keamanan siber setelah Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Dapat dimengerti bahwa Indonesia membutuhkan undang-undang keamanan siber ini untuk melindungi lebih dari 171 juta pengguna.

Pengguna ini rentan terhadap setidaknya 232,45 juta serangan siber pada 2018 dan 205 juta serangan siber pada 2017. Pada Mei 2019 saja, tercatat ada 1,9 juta serangan siber.

Diperkirakan serangan-serangan ini dapat menyebabkan kerugian Rp 478,8 triliun (33,7 miliar dollar AS). Itu sama dengan hampir seperlima dari anggaran negara Indonesia tahun depan.

Namun saat ini lembaga penegak hukum Indonesia tidak dilengkapi dengan hukum dan alat yang memadai untuk memerangi ancaman siber atau serangan siber.

Oleh karena itu, undang-undang tentang keamanan siber sangat diperlukan karena Indonesia berurusan dengan tingkat ancaman siber yang semakin tinggi.

Tapi saya menemukan fakta menarik di draft RUU KKS yang didistribusikan dua bulan lalu. RUU itu menjadi ancaman serius bagi kebebasan berbicara warga negara dan akan menciptakan lembaga superbody yang akan berada di atas lembaga penegakan hukum.

Hukum akan mempersenjatai negara dalam perang melawan ancaman siber. Regulasi ini akan menunjuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai badan pelaksana untuk berkoordinasi dengan angkatan bersenjata, polisi, kantor jaksa agung, badan intelijen dan kementerian serta lembaga pemerintah lainnya.

Jelas tidak ada keterlibatan multi-pemangku kepentingan dalam proses penyusunan RUU keamanan siber ini, tidak ada diskusi dengan lembaga pemerintah lainnya, tidak ada dialog dengan sektor swasta terkait dengan keamanan siber atau e-commerce, bahkan tidak meminta masukan dari masyarakat sipil.

Itulah sebabnya, SAFEnet berbicara dan meminta legislatif Indonesia untuk membatalkan pengesahan rencana undang-undang keamanan siber yang otoriter itu, dan legislatif akhirnya menarik RUU KKS tersebut pada September lalu. Tapi itu masih jauh dari selesai.

Saya percaya keamanan siber adalah masalah kepercayaan. Untuk mencapai kepercayaan, kuncinya adalah melakukan dialog di tingkat nasional dan juga di tingkat regional untuk mencapai hasil terbaik.

Perusahaan sektor swasta harus bergabung dalam pembahasan ini. Teknolog siber juga harus berpartisipasi. Jadi, perlu banyak tangan untuk menangani masalah rumit seperti keamanan siber.

Tetapi apa arti keamanan dunia maya bagi banyak pembuat hukum/pembuat keputusan di wilayah ini?

Saya pikir negara mendefinisikan keamanan siber sebagai bagian dari keamanan nasional. Negara menggunakan pendekatan keamanan dalam membentuk kebijakan keamanan siber.

Akibatnya, kebijakan keamanan siber seperti itu akan kontraproduktif dan cenderung melanggar hak digital, dan juga mengancam pengakuan hak asasi manusia dan demokrasi.

Selama bertahun-tahun, SAFEnet telah melihat ancaman dunia maya dan serangan dunia maya terhadap para netizen, perempuan, dan komunitas rentan/berisiko seperti jurnalis, aktivis anti-korupsi, aktivis lingkungan, minoritas gender, dan minoritas agama.

Mereka diserang secara digital dan fisik, mengalami doxing, ditangkap, dituntut dengan hukum internet.

Serangan DDoS (distributed denial-of-service) ke outlet media, sensor dengan situs web/akun media sosial menghapus konten, penyadapan yang melanggar hukum, dianggap sebagai sebuah kewajaran.

Fondasi kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berkumpul sedang diserang.

Akhir-akhir ini di Indonesia, SAFEnet menyaksikan amuk siber dalam bentuk pelecehan massal terhadap seseorang/kelompok, atau kekerasan massal terhadap orang/kelompok yang mendukung seorang politisi yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta atau terhadap para aktivis yang menentang revisi undang-undang tersebut.

Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau tindakan yang dikoordinasikan secara massal untuk memberikan ulasan bintang satu kepada Tempo sebagai saluran media utama untuk membuat Google Playstore secara otomatis menghapus daftar/menghapus aplikasi media. 

Alasan yang digunakan hanya karena Tempo membuat sampul majalah yang menggambarkan hidung Pinokio dalam bayangan Presiden Indonesia Joko Widodo. Kasus yang terbaru, terjadi amuk siber pada aplikasi toko parfum Tous Le Jours di Perancis, karena secara keliru terkait dengan toko roti Tous Le Jours di Indonesia.

Tantangan lain datang dari pengintaian massal daring. Tahun ini, untuk pertama kalinya, ponsel Samsung turun ke posisi kedua sebagai pemimpin pasar ponsel pintar.

Menurut laporan lembaga riset Canalys, pemimpin lima pasar smartphone teratas di kuartal kedua tahun ini di Indonesia adalah: Oppo (Guandong , China) 26 persen, Samsung (Korea) 24 persen, Xiaomi (China) 19 persen, Vivo (satu perusahaan dengan Xiaomi) 15 persen, Realme (satu perusahaan dengan Oppo) 7 persen.

Sebagian besar ponsel cerdas China ini menyimpan data pengguna mereka di cloud mereka sendiri - misalnya Oppo Cloud - yang disimpan di China.

Program Smart City dengan pelaksanaan CCTV seluruh tempat juga terkait dengan perusahaan China yang memasok teknologi dengan pengenalan wajah dan artificial intelligent (kecerdasan buatan).

Sebenarnya, praktik pengintaian massal sangat umum untuk tujuan ekonomi, oleh perusahaan teknologi untuk melakukan surveillance marketing/capitalism.

GAFAM (Google, Apple, Facebook, Amazon) dan lainnya menambang data pengguna ini untuk mendapatkan uang.

Tetapi, sekarang tantangan juga datang dengan tujuan politik: karena partai politik, pemerintah, mulai menggunakan metode ini untuk tujuan politik seperti memenangkan pemilihan, mengarusutamakan isu ke publik agar mendapatkan dukungan.

Tantangan-tantangan ini perlu ditangani secepatnya, karena Indonesia masih belum memiliki peraturan untuk melindungi privasi data daring dari penambangan data dan pemanfaatan ilegal yang melanggar hak digital. (Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet/Southeast Asia Freedom of Expression Network, IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online)

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com