Indonesia Coruption Watch meminta penegak hukum menindak lanjuti informasi PPATK terkait adanya dana kepala daerah sebesar Rp 50 miliar yang disimpan dalam rekening kasino di luar negeri.
Peneliti ICW Tama S Langkun mengatakan penyelidikan harus menyoroti soal sumber dana kepala daerah yang tersimpan dalam rekening kasino tersebut. Tama menilai modus penyimpanan dana kejahatan di luar negeri menurutnya bukan hal baru.
Sementara itu KPK mengatakan perlu mendalami secara hati-hati terkait laporan adanya dana kepala daerah yang tersimpan dalam rekening kasino di luar negeri. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut KPK perlu tahu soal asal dana yang dimaksud. Selain itu ia mengingatkan data PPATK tak bisa diberikan begitu saja ke publik.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memastikan akan mendalami informasi. Soal adanya kepala daerah yang memiliki dana berupa valuta asing dengan nominal setara dengan Rp 50 miliar. Pada rekening permainan kasino di luar negeri.
Sebelumnya Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin. Mengatakan lembaganya menemukan menemukan dugaan TPPU kepala daerah. Modusnya kepala daerah menaruh uangnya di luar negeri. Dalam bentuk valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar ke rekening kasino di luar negeri.
#DanaKepalaDaerah #RekeningKasino #KPK
"Itu kita lihat nanti didalaminya pelan-pelan. Makanya, hati-hati data PPATK tidak boleh dibuang begitu saja ke publik karena ekonomi bisa kacau, kepercayaan perbankan, dan lain-lain," ucap dia.
Senada dengan Saut, anggota Komisi III DPR dari Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, PPATK semestinya tidak merilis temuan tersebut ke hadapan publik.
"Saya ingin mengkritisi PPATK. Menurut aturan, itu kan tidak boleh dipublikasikan. Mestinya PPATK itu kalau ada transaksi mencurigakan kan dianalisis itu ada indikasi perbuatan atau tindak pidananya atau tidak," kata Arsul saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (15/12/2019).
Baca juga: Kritik PPATK, Arsul Sebut Temuan Transaksi Mencurigakan Tak Seharusnya Diumumkan
Jika hasil analisis PPATK menunjukkan adanya indikasi transaksi mencurigakan, kata Arsul, seharusnya temuan itu diteruskan ke aparat penegak hukum.
Namun, jika aparat penegak hukum tak bergerak, masih kata Asrul, PPATK seharusnya melaporkan ke Komisi III atau pihak terkait lainnya.
"Bukan itu transaksi mencurigakan disampaikan ke publik, tapi kemudian tidak ada proses hukumnya," ujar Arsul.
Arsul mengatakan, tidak ada maknanya jika PPATK hanya menyampaikan temuan mereka ke publik tanpa adanya tindakan analisis.
Belum lagi jika PPATK sudah telanjur mengumumkan ke publik, tetapi kemudian tidak terbukti ada tindak pidana, hal itu justru disebut mempermalukan yang bersangkutan.
Ke depan, Komisi III berencana untuk membahas hal ini dalam rapat kerja bersama PPATK.
"Jadi mestinya yang saya kritisi, coba PPATK dalami, analisis lebih tajam lagi ya itu ada indikasi pidananya atau tidak. Kalau cuma sekali lagi, hanya sampai di media ya kemudian tidak ini (didalami), ini akan menimbulkan prasangka, suudzon, dan lain sebagainya," kata Arsul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.