JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana penghapusan Ujian Nasional (UN) kembali dimunculkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Sejak dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pendidikan Nasional era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Bambang Sudibyo pada 2005 lalu, wacana penghapusan UN kerap mencuat.
Berikut sejumlah wacana tersebut:
Penghapusan UN untuk kali pertama dilakukan pada masa Mendikbud M Nuh. Pada akhir 2013, ia menyatakan menghapus pelaksanaan UN untuk level sekolah dasar (SD) dan sederajat.
Penghapusan ini tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Baca juga: Menanti Realisasi Ujian Nasional Dihapus…
Revisi PP tersebut ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2013 itu, juga berkaitan dengan perubahan Kurikulum 2013.
Dengan adanya perubahan itu, sejak 2014 tidak ada lagi pelaksanaan UN SD.
Menurut Nuh, meski SD tidak ada UN, tetapi evaluasi tetap bisa dilakukan oleh pemerintah provinsi seperti yang telah dilaksanakan selama ini.
Pada 2015, wacana penghapusan UN kembali muncul, ketika Anies Baswedan masih menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah. Menurut dia, kementerian akan mengubah konsep UN.
Sehingga, UN tidak lagi menjadi instrumen yang digunakan sebagai indikator kelulusan, tetapi justru menggunakan UN sebagai alat pembelajaran.
"Saat UN menjadi satu-satunya penentu kelulusan, banyak siswa yang distress dan penuh dengan tekanan. Hal itu akhirnya memicu terjadinya kecurangan-kecurangan, itulah yang ingin kami evaluasi," ucap Anies pada 23 Januari 2015 silam.
Baca juga: Mendikbud Nadiem: Peninjauan Kembali UN Bukan Sekadar Wacana Hapus-Menghapus
Ia menambahkan, kelulusan siswa menjadi wewenang sekolah. Sekolah dapat menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah dan ulangan kelas. Bila siswa lulus, siswa akan menerima sertifikat tamat belajar.
Sedangkan negara berkewajiban menyelenggarakan UN, dimana hasilnya Surat Keterangan Hasil UN diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Saat itu, UN direncanakan menjadi alat ukur kemampuan siswa.
Artinya, UN dapat digunakan untuk melihat kualitas dari mutu program dan satuan pendidikan.
Oleh karena itu, hasil dari UN bukan hanya berupa nilai, tetapi juga kategorisasi (levelling) dan deskripsi dari nilai, serta diagnostik untuk perbaikan.
"Surat keterangan hasil UN akan dibuat lebih lengkap dengan levelling untuk menggambarkan capaian kompetensi siswa," jelas Anies.
Baca juga: Mendikbud Nadiem Makarim Pastikan UN 2020 Masih Akan Berjalan
Setelah posisi Anies digantikan Muhadjir Effendy pada 2016, ia sempat mewacanakan ingin melakukan moratorium pelaksanaan UN 2017.
Muhadjir berpandangan, pelaksanaan UN perlu dievaluasi dan dilakukan treatment baru agar pelaksanaan ujian lebih berkualitas.
Kemendikbud pun mempersiapkan pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sebagai pengganti UN.
Dalam konsep USBN, jenis soal akan terdiri dari pilihan ganda dan esai. Jumlah soal pilihan ganda akan dikurangi, tak seperti UN yang seluruhnya merupakan pilihan ganda.
Hal tersebut dilakukan untuk mendeteksi kemampuan berpikir kritis siswa. USBN nantinya bisa dilaksanakan tanpa kertas atau paperless, sehingga dapat menghemat anggaran.
Baca juga: Nadiem Makarim Sebut Realisasi Penghapusan UN Setelah 2020
Namun, gagasan moratorium itu ditolak Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut dia, UN masih diperlukan di dalam sistem pendidikan di Tanah Air.
Akhirnya, Presiden Joko Widodo memutuskan agar pelaksanaan UN tetap dilakukan pada tahun 2017. Keputusan itu diambil di dalam rapat kerja terbatas kabinet pada 12 Desember 2016.
Mantan CEO Gojek Indonesia itu mewacanakan penghapusan UN dapat direalisasikan setelah tahun 2020.
Menurut Nadiem, pihaknya menerima aspirasi dari guru, murid dan orang tua yang ingin memperbaiki sistem UN, untuk menghindari hal negatif.
Hal negatif yang dimaksud yaitu tingkat stres yang tinggi pada siswa saat persiapan. Selain itu, ada rasa khawatir yang dirasakan siswa saat menghadapi ujian yang mata pelajarannya bukan bidang mereka.
Meski wacana ini sudah dikaji, Nadiem mengatakan, kebijakan yang akan dilakukan tidak akan sekadar menghapus UN. Namun, akan ada perbaikan sistem kelulusan bagi siswa.
"Jadi bukan semuanya ini wacana menghapus saja, tapi juga wacana memperbaiki esensi dari UN itu sebenarnya apa. Apakah menilai prestasi murid atau menilai prestasi sistem," kata Nadiem di Kantor Kemendikbud, Sabtu (30/11/2019).
Sumber: Kompas.com (Penulis: Unoviana Kartika, Nabilla Tashandra, Dian Erika Nugraheny)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.