Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Tantang Mendagri Reformasi Partai Sebelum Wacanakan Evaluasi Pilkada Langsung

Kompas.com - 19/11/2019, 09:22 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menantang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mereformasi partai terlebih dahulu sebelum mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada).

Hal tersebut berkaitan dengan usulan Mendagri yang meminta pilkada langsung dievaluasi karena menelan biaya tinggi dan membuat masyarakat terpolarisasi.

"ICW menantang Mendagri untuk melakukan reformasi kepartaian sebelum mengubah format pilkada. Pembenahan partai menjadi prasyarat utama sebelum mengubah model pilkada," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (19/11/2019).

Baca juga: Mendagri: Daerah Tak Siap Pilkada Langsung Perlu Dipikirkan Mekanisme Lain

Menurut dia, tanpa pembenahan partai politik, penyelesaian persoalan dalam pelaksanaan pilkada yang berbiaya mahal tersebut tak akan bisa dilakukan.

Ia menambahkan, inisiatif untuk melakukan pembenahan partai sering didorong oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat sipil.

"Namun, sejauh ini belum ada respons konkret dari pemerintah untuk menindaklanjuti berbagai konsep pembenahan partai agar menjadi demokratis, modern, dan akuntabel," kata dia.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Pilkada Langsung Rawan Politik Uang, Memang Pilkada oleh DPRD Tidak?

Adapun usulan Tito terhadap evaluasi pilkada tersebut membuat publik berspekulasi bahwa pelaksanaan pilkada nantinya akan kembali dilakukan secara tak langsung alias kembali dilakukan parlemen.

Menurut Kurnia, jika pemerintah mewacanakan untuk melakukan pilkada tak langsung maka hal tersebut merupakan kesimpulan prematur pemerintah baru yang akan melakukan evaluasi.

"Ada kesan seolah-olah mengarahkan persoalan pilkada berbiaya mahal (high cost) hanya kepada pemilih. Faktor politik uang dituding menjadi biang persoalan," kata Kurnia.

"Penilaian ini tidak komprehensif sebab melupakan persoalan jual beli pencalonan (candidacy buying/mahar politik) sebagai salah satu masalah utama," lanjut dia.

Baca juga: Mendagri Ingin Ada Kategori Daerah Siap dan Tak Siap Gelar Pilkada Langsung

Sebelumnya, Tito mengusulkan mekanisme pilkada secara langsung untuk dievaluasi, bukan diwakilkan kepada DPRD.

"Usulan yang saya sampaikan adalah, bukan untuk kembali ke A atau ke B, tetapi adakan evaluasi," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).

Tito menjelaskan, ia meminta pilkada langsung dievaluasi karena terdapat beberapa masalah dalam penyelenggaraannya. Menurut dia, pilkada langsung menyebabkan masyarakat di daerah terpolarisasi.

Baca juga: Tito Karnavian: Kalau Ada Peserta Pilkada Tak Bayar, Saya Pengin Ketemu Orangnya

Ia mencontohkan, Pilkada Papua pada 2012 yang ditunda karena terjadi perang suku.

"Saya sendiri sebagai mantan Kapolri, mantan Kapolda itu melihat langsung, misalnya di Papua 2012 saya menjadi Kapolda di sana, Kabupaten Puncak itu empat tahun tertunda pilkadanya karena konflik perang," ujarnya.

Tito juga mengatakan, pilkada langsung juga melihat aspek biaya politik yang tinggi.

Ia menjelaskan, biaya politik tinggi pada pilkada itu mulai dari dana yang dikeluarkan APBN dan APBD, bahkan biaya yang harus dikeluarkan calon kepala daerah.

Kompas TV Keinginan KPU untuk melarang mantan koruptor ikut pemilihan kepala daerah ditanggapi oleh Kementerian Dalam Negeri. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut larangan tersebut dapat mengebiri hak politik seseorang. Menurut Tito ada 2 langkah yang bisa dilakukan dalam menyikapi korupsi di pemerintahan. Yaitu dengan hukuman perampasan hak politik atau memberikan rehabilitasi pada napi koruptor dan memberi kesempatan untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Kedua langkah tersebut nantinya akan didiskusikan Tito bersama sejumlah tokoh masyarakat. Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum mengajukan draf peraturan KPU atau PKPU dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR. Salah satunya mengenai larangan mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam Pilkada Serentak 2020. Pada Pemilihan Legislatif 2019 KPU juga sempat mengeluarkan larangan mantan koruptor untuk ikut dalam kontestasi tersebut. Namun aturan tersebut akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan alasan pelarangan tersebut tidak ada di dalam Undang-Undang Pemilu. #Koruptor #Pilkada2020 #Mendagri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com