Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyederhanaan Regulasi Tak Hanya "Omnibus Law", Ini Saran Lainnya...

Kompas.com - 14/11/2019, 10:35 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara STHI Jentera, Bivitri Susanti menyebutkan bahwa omnibus law bukan satu-satunya cara untuk memangkas regulasi sebagaimana yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Omnibus law itu hanya salah satunya. Tapi sebenarnya lebih baik kalau ada upaya menyeluruh," kata Bivitri, kepada Kompas.com pada Rabu (13/11/2019) malam.

"Misalnyam mengenai diletakkannya wewenang pembentukan peraturan di bawah satu atap seperti badan regulasi," ujar Bivitri.

Menurut dia, dengan adanya badan regulasi maka potensi tumpang tindih pengaturan bisa dicegah.

Baca juga: Menurut Yasonna, Ini Undang-Undang yang Bakal Terimbas Omnibus Law

Tidak mesti berbentuk badan regulasi, kata Bivitri, tetapi unit tertentu dalam struktur pemerintahan yang ditunjuk oleh Presiden juga bisa melakukannya.

Nantinya, badan regulasi atau unit yang ditunjuk tersebut harus membuat rencana aksi reformasi regulasi yang menyeluruh.

"Pemerintah mesti membuat action plan konkret mengenai pembenahan atau reformasi regulasi ini," kata dia.

"Sekali lagi, tidak hanya omnibus law. Tapi lebih jauh dari itu. Misalnya kalau mau pakai yang disebut Pak Jokowi sebagai '1 in, 1 out policy', berarti mesti dibuat kebijakannya," kata dia.

Baca juga: Mahfud Minta Kementerian dan Lembaga Tak Keberatan dengan Omnibus Law

Rencana tersebut juga disebutkannya harus mencakup langkah teknis untuk mengkoordinasikan peraturan daerah.

Bivitri mengakui yang disampaikan Presiden Jokowi saat pidato dalam Rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forkopimda 2019 bahwa negara ini terlalu banyak aturan benar adanya.

Menurut dia, Indonesia memang memiliki kondisi hiper-regulasi.

"Sebenarnya banyaknya jumlah tidak menjadi masalah asalkan tidak ada tumpang tindih, dibuat dan diterapkan secara konsisten, dan tidak justru membebani masyarakat umum," kata Bivitri.

Namun yang menjadi masalah, menurut dia, hiper-regulasi tersebut terjadi dengan kondisi tumpang tindih peraturan dan penerapannya yang cenderung tak konsisten.

Tak mengherankan jika hal tersebut membebani masyarakat umum, tidak hanya pelaku usaha.

"Jadi yang terpenting sekarang adalah bagaimana upaya pemerintah untuk menangani ini. Harus ada langkah konkret setelah pidato, karena arahan yang sifatnya umum biasanya tidak akan terlalu efektif dilaksanakan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com