JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir dinyatakan tak bersalah dalam kasus dugaan pembantuan transaksi suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau 1.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana di dakwaan penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua," kata ketua majelis hakim Hariono saat membaca amar putusan.
Majelis berpendapat Sofyan tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Berikut perjalanan kasus Sofyan Basir hingga bebas di Pengadilan Tipikor Jakarta:
13 Juli 2018
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih di kediaman Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar yang sekaligus Menteri Sosial pada saat itu, Idrus Marham.
Secara bersamaan, KPK mencokok pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo di Graha BIP Jakarta.
Baca juga: Eni Maulani Saragih Diduga Terima Suap Rp 4,8 Miliar Terkait Proyek PLTU Riau-1
14 Juli 2018
Baik Eni maupun Johannes Kotjo kemudian ditetapkan sebagai tersangka. KPK menyatakan, Kotjo sebagai pihak yang dduga memberikan suap kepada Eni.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua tersangka, yaitu diduga sebagai penerima (suap) EMS dan diduga sebagai pemberi JBK," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Basaria mengatakan, KPK telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
Sebelumnya, tim penindak KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Audrey Ratna Justianty kepada Tahta Maharaya di lantai 8 gedung Graha BIP.
Audrey merupakan sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo. Sedangkan Tahta adalah staf sekaligus keponakan Eni Maulani Saragih.
Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.
Baca juga: Kronologi OTT Wakil Ketua Komisi VII DPR Terkait Kasus Suap Rp 4,8 Miliar20 Juli 2018
KPK memeriksa Sofyan untuk pertama kali sebagai saksi, untuk mengetahui peran PLN dlam proyek PLTU Riau 1.
"Peran PLN dalam skema kerjasama di Riau-1 menjadi salah satu hal yang perlu didalami penyidik, setelah penggeledahan dilakukan di rumah dan kantor yang bersangkutan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat.
Menurut Febri, Sofyan akan dikonfirmasi seputar pengetahuannya dalam kasus korupsi proyek PLTU yang melibatkan pengusaha dan anggota DPR. Sofyan juga akan diminta penjelasan terkait barang bukti yang ditemukan saat rumah dan kantornya digeledah.
Setelah itu, Sofyan sempat diperiksa beberapa kali.
Baca juga: KPK Periksa Dirut PLN Sofyan Basir
5 Agustus 2018
KPK memeriksa Idrus sebagai saksi untuk tersangka Eni Saragih dan Johannes Kotjo terkait kasus kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.
Proses pemeriksaan berjalan hampir 9,5 jam yakni dari pukul 10.05 WIB hingga 21.30 WIB.
"Hari ini memang sengaja minta dituntaskan supaya tidak berkali-kali dipanggil dan karena itu saya berterima kasih kepada penyidik siap melayani terhadap saya, dalam rangka untuk melengkapi keterangan yang diperlukan terkait dengan tersangka saudara Johannes dan Eni," kata Idrus di Gedung KPK.
Namun demikian, ia enggan membocorkan materi pemeriksaannya.
Baca juga: Diperiksa 9,5 Jam, Idrus Marham Ingin Urusan soal PLTU Riau-1 Tuntas
24 Agustus 2018
KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap bersama-sama dengan tersangka Eni Saragih.
"Dalam proses penyidikan, ditemukan fakta baru, bukti, keterangan saksi, surat dan petunjuk dan dilakukan penyelidikan baru dengan satu orang tersangka, yaitu atas nama IM Menteri Sosial," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Kabar penetapan tersangka ini pertama kali dibocorkan Idrus saat bertandang ke Istana Kepresidenan. Menurut dia, KPK telah melayangkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kepadanya, Kamis (23/8/2018).
"Kemarin sudah pemberitahuan dimulainya penyidikan. Namanya penyidikan, sudah pasti tersangka," kata Idrus di Kompleks Istana Kepresidenan.
Kedatangannya ke Istana pun dalam rangka menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo. Ia mengaku tak ingin membebani Jokowi atas kasus ini.
Baca juga: KPK Resmi Tetapkan Idrus Marham sebagai Tersangka
13 Desember 2018
Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Johannes Kotjo bersalah dan divonis 2 tahun 8 bulan. Kotjo terbukti bersalah menyuap Eni sebesar Rp 4,75 miliar.
Selain kurungan, Kotjo juga diganjar denda Rp 150 juta subsider kurungan tiga bulan penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan korupsi," ujar ketua majelis hakim Lukas Prakoso saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
Kotjo menerima putusan itu. Namun, jaksa menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding.
Baca juga: Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara, Johanes Kotjo Tak Ajukan Banding
18 Desember 2018
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas vonis Johannes Kotjo. Pasalnya, vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK
"Jadi, kalau untuk banding, tadi saya cek ke jaksa penuntut umum, pengajuan banding sudah disampaikan ke pengadilan. Jadi secara resmi KPK sudah mengajukan banding untuk putusan tingkat pertama dengan terdakwa Johannes Kotjo," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (18/12/2018).
"Nanti proses lebih lanjut tentu akan dicermati bagaimana pertimbangan hakim pada proses banding tersebut," lanjutnya.
Baca juga: KPK Ajukan Banding atas Vonis Johannes Kotjo
11 Februari 2019
Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo. Hukuman Kotjo diperberat dari 2 tahun 8 bulan menjadi 4,5 tahun penjara.
"Benar, hukumannya diperberat," ujar Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Johannes Suhadi saat dikonfirmasi, Senin (11/2/2019).
Pengadilan tinggi juga menghukum Kotjo untuk membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam pertimbangan, hakim menilai Kotjo memiliki peran dominan untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang sangat besar. Akibat perbuatannya juga, masyarakat Riau tidak dapat menikmati listrik.
Hakim juga menilai Kotjo sebagai koruptor kelas kakap yang mengatur dari penganggaran hingga penunjukan pemenang proyek. Menurut hakim, hukuman 4,5 tahun penjara saja sebenarnya belum cukup memberikan rasa adil bagi masyarakat.
Baca juga: Hukuman Johannes Kotjo Diperberat Jadi 4,5 Tahun Penjara
1 Maret 2019
Pengadilan Tipikor mengganjar Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap dari Johannes Kotjo sebesar Rp 4,75 miliar.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi dalam dakwaan pertama dan kedua," ujar ketua majelis hakim Yanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Eni tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Selain itu, korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Namun, Eni berlaku sopan, belum pernah dihukum dan sudah mengembalikan sebagian uang yang diterima sebesar Rp 4,50 miliar. Selain itu, Eni mengakui kesalahan dan berterus terang selama persidangan.
Baca juga: Kasus PLTU Riau-1, Politisi Golkar Eni Maulani Divonis 6 Tahun Penjara
23 April 2019
Giliran Majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Idrus bersalah dan mengganjarnya dengan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar ketua majelis hakim Yanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Idrus tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Selain itu, Idrus tidak mengakui perbuatan. Namun, Idrus bersikap sopan selama persidangan. Idrus juga belum pernah dipidana. Idrus tidak menikmati hasil pidana yang dilakukan.
Baca juga: Kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham Divonis 3 Tahun Penjara
23 April 2019
Sejurus dengan vonis terhadap Idrus, KPK menetapkan Sofyan sebagai tersangka.
Sofyan merupakan tersangka keempat dalam kasus korupsi terkait pembangunan PLTU Riau 1.
Dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK mempelajari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan untuk tiga terdakwa lainnya.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan pihak lain," ujar Saut di Gedung KPK Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Baca juga: Dirut PLN Sofyan Basir, Tersangka Keempat dalam Kasus PLTU Riau 1
28 Mei 2019
KPK menahan Sofyan Basir. Penahanan dilakukan setelah ia ditetapkan pada kasus ini sebulan sebelumnya.
"SFB ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin malam.
Sebelumnya, Sofyan tiba di gedung KPK Jakarta sekitar pukul 19.00 WIB untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus korupsi PLTU Riau 1.
Dia tiba di KPK setelah menjalani pemeriksaan pula di Kejaksaan Agung (Kejagung). Di Kejagung, Sofyan diminta keterangannya sebagai saksi kasus kapal pembangkit.
Usai diperiksa penyidik KPK, Sofyan mengaku akan mengikuti proses hukum di lembaga anti rasuah tersebut.
Baca juga: KPK Tahan Dirut PLN Nonaktif Sofyan Basir
7 Oktober 2019
Sofyan Basir dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan oleh jaksa KPK.
"Kami menuntut supaya majelis hakim agar menyatakan, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Menurut jaksa, hal meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum dan terdakwa tidak ikut menikmati hasil tindak pidana suap yang dibantunya.
Sementara hal memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Menurut jaksa, Sofyan Basir terbukti membantu transaksi dugaan suap dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Sofyan Basir dinilai memfasilitasi kesepakatan proyek hingga mengetahui adanya pemberian uang.
Baca juga: Mantan Dirut PLN Sofyan Basir Dituntut 5 Tahun Penjara
4 November 2019
Mantan Direktur PT PLN (Persero) Sofyan Basir dinyatakan bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor. Sofyan dinyatakan terbukti tak bersalah dalam kasus dugaan pembantuan transaksi suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau 1.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana di dakwaan penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua," kata ketua majelis hakim Hariono saat membaca amar putusan.
Majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur perbantuan memberi kesempatan, sarana dan keterangan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan keinginan mereka mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Majelis juga berpendapat Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana pembagian fee yang dilakukan oleh Kotjo terhadap Eni dan pihak lain.
Menurut majelis, upaya percepatan proyek PLTU Riau-1 murni sesuai aturan dan bagian dari rencana program listrik nasional. Sofyan juga diyakini bergerak tanpa arahan dari Eni dan Kotjo.
"Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan pertama. Maka Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan kedua," kata majelis hakim.
Baca juga: Mantan Dirut PLN Sofyan Basir Divonis Bebas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.