BEBERAPA pekan terakhir situasi politik di tanah air tidak terlalu menggembirakan bagi kehidupan berbangsa-bernegara.
Menjelang satu bulan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil pemilu April lalu justru situasi dan kondisi politik bukannya makin nyaman bagi tatanan politik pemerintahan ke depan.
Tak ada asap tanpa ada api. Demikian kiranya gambaran kasat mata bagi masyarakat luas.
Kurang dari dua pekan berakhirnya masa jabatan, DPR RI hasil pemilu 2014 terkesan sangat tiba-tiba hendak merampungkan beberapa UU yang setelah sekian lama terbengkalai.
Di antaranya yaitu RUU KPK –sudah disahkan menjadi UU--, RUU KUHP, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan, RUU PKS, RUU Pertanahan (Agraria), yang akhirnya dipetieskan dan akan dilanjutkan oleh DPR RI terpilih hasil pemilu 2019.
Hal itupun bukan karena inisiatif DPR dan pemerintah, akan tetapi lebih karena adanya desakan dari gelombang aksi demonstrasi mahasiswa di beberapa wilayah: Yogyakarta, Jakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Riau, Makassar, Palembang, Kendari.
Setelah mencermati, sesungguhnya yang terjadi itu lebih karena lemahnya komunikasi publik dari DPR RI maupun pemerintah itu sendiri.
Pola komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, sehingga menyebabkan sumbatan informasi ke publik semakin mampet laksana pipa air yang tersumbat.
Maka tumpahlah gelombang demonstrasi, yang sempat menimbulkan kericuhan; Jakarta, Kendari, dan menyebabkan adanya korban.
Korban nyawa dan luka-luka serius, baik dari para pelaku demonstrasi maupun aparat kepolisian.
Korban nyawa yang semestinya tidak terjadi, semakin menambah situasi politik tidak kondusif.
Sekian gelombang demonstrasi dari mahasiswa yang melibatkan massa dalam jumlah ribuan pada akhirnya tidak akan lepas dari para penumpang gelap.
Hal tersebut wajar adanya, karena kontrol menjadi semakin liar dan tidak dapat dikendalikan oleh siapa pun, termasuk para mahasiswa sebagai pelaku demonstrasi utama.
Peran mahasiswa sebagai kelompok civil society, memang demikian adanya, mereka garda terdepan kelompok kritis yang menjadi penjaga demokrasi bangsa.
Parlemen jalanan sudah berjalan, ricuh pun terjadi akibat dari komunikasi publik yang kurang berjalan dengan lancar layaknya darah dalam tubuh.