Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Subkhi Ridho
Pendidik dan Peneliti Sosial-Keagamaan

Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya periode 2018-2019, pendidik dan peneliti sosial-keagamaan.

Demokrasi Indonesia dan Komunikasi yang Tersumbat

Kompas.com - 10/10/2019, 11:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

BEBERAPA pekan terakhir situasi politik di tanah air tidak terlalu menggembirakan bagi kehidupan berbangsa-bernegara.

Menjelang satu bulan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil pemilu April lalu justru situasi dan kondisi politik bukannya makin nyaman bagi tatanan politik pemerintahan ke depan.

Tak ada asap tanpa ada api. Demikian kiranya gambaran kasat mata bagi masyarakat luas.

Kurang dari dua pekan berakhirnya masa jabatan, DPR RI hasil pemilu 2014 terkesan sangat tiba-tiba hendak merampungkan beberapa UU yang setelah sekian lama terbengkalai.

Di antaranya yaitu RUU KPK –sudah disahkan menjadi UU--, RUU KUHP, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan, RUU PKS, RUU Pertanahan (Agraria), yang akhirnya dipetieskan dan akan dilanjutkan oleh DPR RI terpilih hasil pemilu 2019.

Hal itupun bukan karena inisiatif DPR dan pemerintah, akan tetapi lebih karena adanya desakan dari gelombang aksi demonstrasi mahasiswa di beberapa wilayah: Yogyakarta, Jakarta, Semarang, Surabaya, Malang, Riau, Makassar, Palembang, Kendari.

Tersumbatnya komunikasi

Setelah mencermati, sesungguhnya yang terjadi itu lebih karena lemahnya komunikasi publik dari DPR RI maupun pemerintah itu sendiri.

Pola komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, sehingga menyebabkan sumbatan informasi ke publik semakin mampet laksana pipa air yang tersumbat.

Maka tumpahlah gelombang demonstrasi, yang sempat menimbulkan kericuhan; Jakarta, Kendari, dan menyebabkan adanya korban.

Korban nyawa dan luka-luka serius, baik dari para pelaku demonstrasi maupun aparat kepolisian.

Korban nyawa yang semestinya tidak terjadi, semakin menambah situasi politik tidak kondusif.

Sekian gelombang demonstrasi dari mahasiswa yang melibatkan massa dalam jumlah ribuan pada akhirnya tidak akan lepas dari para penumpang gelap.

Hal tersebut wajar adanya, karena kontrol menjadi semakin liar dan tidak dapat dikendalikan oleh siapa pun, termasuk para mahasiswa sebagai pelaku demonstrasi utama.

Peran mahasiswa sebagai kelompok civil society, memang demikian adanya, mereka garda terdepan kelompok kritis yang menjadi penjaga demokrasi bangsa.

Parlemen jalanan sudah berjalan, ricuh pun terjadi akibat dari komunikasi publik yang kurang berjalan dengan lancar layaknya darah dalam tubuh.

Begitu tersumbat maka terseranglah tubuh kita dari sakit panas, demam, hipertensi, bahkan yang parah adalah stroke ringan, hingga mengakibatkan meregangnya nyawa.

Tidak ada yang perlu disesali. Namun perlu penataan komunikasi ke publik oleh lembaga legislatif maupun eksekutif sebagai para penerima mandat rakyat untuk mengelola negara-bangsa dengan sebaik-baiknya.

Demokrasi sudah kita sepakati sebagai sistem pemerintahan bagi bangsa ini. Demokrasi yang sudah berjalan dua dekade ini, sesungguhnya sudah sesuai dengan rel yang kita tuju.

Memang selalu ada gangguan dalam perjalanannya. Kerikil-kerikil maupun riak-riak tajam mengganggu proses demokratisasi yang senantiasa berproses terus-menerus ini.

Satu-persatu kerikil maupun para penumpang gelap demokrasi sedang kita singkirkan secara lambat maupun cepat.

Hanya bagaimana supaya tidak sampai menumpahkan darah sesama anak bangsa.

Demokrasi beradab

Mengacu pada indeks demokrasi, nilai kita saat ini di kisaran 70, bukan angka terbaik, namun menunjukkan grafik positif bagi jalannya bangsa kedepan.

Hemat saya, bangsa kita memiliki potensi yang begitu luar biasa sebagai salah satu negara paling demokratis di dunia, di bawah Amerika Serikat dan India.

Mengingat, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang mencapai 265 juta jiwa dengan letak geografis berpulau-pulau disertai dengan keberagaman etnisitas, agama, ras, dan antargolongan di dalamnya.

Tidak mudah mengelola negara dengan keragaman dari berbagai aspek ini.

Siapapun pemimpinnya, dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan mengelola potensi yang luar biasa ini.

Selain itu juga membutuhkan kekompakan seluruh komponen di dalamnya, dari pemerintahnya (pusat maupun daerah), lembaga legislatifnya, civil society: akademisi, mahasiswa, aktivis, ormas-ormas, juga kelompok-kelompok masyakaratnya: buruh, petani, nelayan; organisasi profesi: pengacara, dokter, guru, perawat, pelaku digital, dll.

Di dalam demokrasi terdapat nilai-nilai yang mesti kita internalisasi secara kontinyu, komprehensif, holistik, dan imparsial.

Di antaranya yaitu: kesetaraan, kesadaran politik warga, respek pada siapapun, hukum yang berwibawa, penegakan HAM, kesadaran terhadap konstitusi, nondiskriminasi, nirkekerasan, penghormatan & penghargaan terhadap perbedaan, toleransi untuk menyebut beberapa.

Sekiranya nilai-nilai sudah inheren dalam setiap para pengelola negara baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif, maupun di setiap warga negara niscaya kemajuan bangsa Indonesia itu bukan lagi isapan jempol belaka.

Adanya internalisasi nilai-nilai tersebut oleh setiap individu itu akhirnya akan termanifes dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demokrasi menjadi kuat, yang implikasinya kemajuan, keadilan sosial, dan tentu kemakmuran rakyatnya.

Kegaduhan situasi politik yang mewarnai setiap episode pemerintahan bangsa ini hampir tidak pernah tidak terlewatkan.

Selain itu juga penghargaan dan penghormatan terhadap pemimpin yang masih kurang acapkali membuat bangsa ini lambat bergerak ke arah kemajuan.

Betul bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna. Namun bukan masanya lagi sekadar menghujat, bersikap nyinyir, dan hobby mengkritik tanpa data dan kajian mendalam minus keilmuan.

Bergantinya pemimpin dalam negara demokratis adalah keniscayaan.

Yang penting yakni menjaga pergantian kekuasaan itu berjalan dalam koridor konstitusi dan secara damai. Kalah menang lumrah adanya.

Tidak perlu menggunakan otot berujung tindak kekerasan untuk mengatasinya. Jalur konstitusi itulah mekanisme demokrasi yang telah kita sepakati bersama.

Memperkuat literasi

Salah satu aspek yang paling lemah dalam bangsa ini adalah budaya literasi.

Mengacu pada UNESCO kita di peringkat 60 dari 61 negara di dunia yang disurvei secara ilmiah dalam urusan kuat lemahnya literasi, hanya 0,001%, hanya satu orang dari 1000 yang mau membaca.

Sungguh peringkat yang sangat memprihatinkan sebagai bangsa.

Ini menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah untuk mengatasinya.

Akibatnya, publik kita pun sangat mudah memercayai berita tidak benar alias hoaks yang beredar sangat masif setiap harinya.

Sudah tidak benar, namun dipercayai.

Inilah dilema bangsa besar yang sedang menuju pada era kejayaan.

Angka PDB dari IMF 2019 menunjukkan hal tersebut. Indonesia menempati peringkat ketujuh yakni 5,2% pertumbuhannya.

Angka yang tidak banyak dimiliki oleh negara di tengah keterpurukan global. Kita hanya di bawah: China, US, India, Jepang, Jerman, dan Rusia.

Semoga kesadaran literasi ke depan akan semakin baik atas usaha kita semua.

Tidak perlu lagi saling hujat, nyinyir, apalagi berupaya mencari bentuk sistem pemerintahan selain demokrasi.

Saatnya meningkatkan budaya literasi demi mencapai keunggulan menuju Indonesia emas pada 2045, karena di sinilah takaran kualitas demokrasi kita akan terlihat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com