Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Tidak Ada Alasan untuk Tidak Melaporkan Gratifikasi!

Kompas.com - 09/10/2019, 21:51 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para penyelenggara negara untuk menghentikan praktik gratifikasi, termasuk menerima pungutan-pungutan liar di lingkungan kerja mereka.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah meminta para penyelenggara negara segera melapor kepada KPK lewat sejumlah saluran yang telah disediakan apabila merasa menerima gratifikasi.

"Jadi tidak ada alasan lagi semestinya untuk tidak melaporkan gratifikasi jika memang ada niat untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (9/10/2019).

Baca juga: KPK Tetapkan Mantan Pejabat Pemkab Subang Tersangka Gratifikasi

Febri menuturkan, ada beberapa cara untuk melaporkan gratifikasi, yakni melalui surat, e-mail, hingga dengan memanfaatkan aplikasi GOL (Gratifikasi Online) yang dapat diunduh di telepon genggam.

Febri mengatakan, para penerima gratifikasi mesti segera melapor karena gratifikasi yang tidak kunjung dilaporkan dalam masa 30 hari dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

"Jika berada dalam kondisi tidak memungkinkan untuk menolak, seperti pemberian dilakukan secara tidak langsung, maka penerimaan tersebut dapat dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja," ujar Febri.

Pernyataan Febri ini berkaitan dengan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat mantan Kepala Bidang Pengadaan dan Pengembangan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Subang Heri Tantan Sumaryana. KPK sedang menangani perkara itu.

Baca juga: Kasus Gratifikasi Gubernur Kepri Nonaktif, KPK Lanjut Geledah BPKAD Kepri

Febri menyebut ada tiga sumber penerimaan gratifikasi Heri dan bersama-sama eks Bupati Subang Ojang Suhandi yang ketiga sumber itu berkaitan dengan pengangkatan dan seleksi calon pegawai negeri sipil di Pemkab Subang.

"HTS diduga secara bersama-sama dengan Ojang Sohandi, Bupati Subang periode 2013-2018 menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sejumlah Rp. 9.645.000.000," ujar Febri. 

 

Kompas TV Sekolah-sekolah di Wamena yang rusak akibat kerusuhan belum sepenuhnya diperbaiki. Namun sekolah sudah mulai dibuka dan kegiatan belajar mulai diaktifkan kembali. Berikut ini liputan reporter Vidi Batlolone dan Junaidi Saputra dari Wamena. #Wamena #Sekolah #Pelajar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com