Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Minta Polri Buka Akses Pendampingan Hukum bagi Mahasiswa yang Ditahan

Kompas.com - 27/09/2019, 18:36 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kepolisian RI membuka akses pendampingan hukum terhadap mahasiswa yang ditahan di Polda Metro Jaya.

Wakil ketua Komnas HAM bidang internal Hairansyah menyatakan, berdasarkan kunjungan pihaknya ke Polda Metro, mahasiswa yang ditahan kini belum mendapatkan pendampingan hukum.

"Kalau ditahan wajib didampingi pengacara, pembela, atau advokat. Selain itu, mereka bisa dikunjungi, baik oleh pengacara maupun keluarganya, nah ini kemarin tidak bisa. Walaupun sebagian besar sudah dilepaskan, tetapi sebagian masih di dalam proses pengamanan," ujar Hairansyah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Baca juga: Diperiksa Polisi, Ananda Badudu Lihat Banyak Mahasiswa Diproses dengan Cara Tak Etis

"Sehingga kami meminta tentu ada kejelasan status bagi mereka yang diamankan, statusnya apa, dan kemudian wajib ada pendamping hukum," sambungnya.

Dalam kesempatan yang sama, komisioner bidang pendidikan dan penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menambahkan, pihaknya meminta Polri membuka akses pendampingan hukum ke mahasiswa yang ditahan.

Menurutnya, status hukum dari para mahasiswa kini tidak jelas. Status diamankan oleh Polri dianggap multitafsir.

"Status diamankan itu menjadi tidak jelas bagi mahasiswa yang dibawa oleh pihak kepolisian. Karena kalau bahasa diamankan kan persepsi umumnya berarti mereka mendapat ancaman sehingga harus dibawa gitu, tetapi yang terjadi sebaliknya," ungkap Beka.

Dengan status diamankan, lanjutnya, maka merujuk prosedur hukum di Indonesia, terutama dalam KUHAP, sejatinya para mahasiswa dibebaskan karena sudah diamankan lebih dari 1 X 24 jam.

Baca juga: Demo Mahasiswa Ricuh, Pengamat Sebut Intelijen Harus Bergerak

"Kalau tidak ditemukan tindak pidananya dalam 1 X 24 jam ya harus dibebaskan," imbuhnya.

Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil di sejumlah daerah pada Selasa (24/9/2019) di sekitar Gedung DPR berujung ricuh.

Aksi yang sama dilakukan para pelajar SMK yang juga berakhir dengan kerusuhan.

Demo tersebut digelar karena menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com