Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLHK: Masyarakat Jangan Mau Dibayar untuk Bakar Lahan

Kompas.com - 24/09/2019, 18:31 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengingatkan kepada masyarakat agar jangan mau dibayar untuk membakar lahan oleh oknum-oknum tertentu.

"Karena manusia penyebab kebakaran, berarti harus diubah. Jangan mau dibayar untuk membakar oleh oknum-oknum tertentu," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Rafless Brotestes Panjaitan dalam jumpa pers di KLHK, Selasa (24/9/2019).

Dia juga memperingatkan agar perusahaan tidak membayar orang secara individu untuk membakar lahan demi kepentingan mereka sendiri.

Baca juga: Akhir September, Kepekatan Asap Karhutla di Sumatera Diperkirakan Berkurang Signifikan

Jika semua pihak memiliki rasa saling memiliki, kata dia, maka karhutla bisa ditangani dengan baik ke depannya.

"Pemerintah sangat responsif dan cepat dalam menanggapi karhutla terutama kerja sama kementerian, lembaga terkait," kata dia.

Dengan demikian, menurut dia yang paling utama harus dilakukan adalah perubahan perilaku masyarakat diiringi korporasi.

"Pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, stakeholder. Ini harus bergerak membuat kegiatan program pencegahan mulai tingkat desa," kata dia.

Adapun pencegahan karhutla yang dilakukan KLHK sudah dimulai sejak tahun 2016 dengan melaksanakan patroli terpadu.

Patroli terpadu yang dilakukan di 731 desa tersebut mampu mengurangi luas kebakaran setiap tahunnya.

Dari data yang dihimpun KLHK, sejauh ini sudah ada kasus dan tersangka yang ditetapkan kepolisian.

Baca juga: Di Sidang Umum PBB, Kalla Singgung Karhutla di Indonesia

Antara lain Polda Riau sebanyak 52 kasus dengan 47 orang tersangka perseorangab dan 1 perusahaan.

Polda Sumatera Selatan 18 kasus dengan 27 orang tersangka perseorangan dan 1 perusahaan; Polda Jambi 10 kasus dengan 14 orang tersangka perseorangan; Polda Kalimantan Selatan 4 kasus dengan tersangka 4 orang.

Polda Kalimantan Tengah 57 kasus dengan 65 orang tersangka perseorangan dan 1 perusahaan, serta Polda Kalimantan Barat 55 kasus dengan 61 orang tersangka perseorangan dan 2 perusahaan. 

 

Kompas TV Sebanyak 9.000 hektar lahan terkait kasus kebakaran hutan dan lahan telah disegel pemerintah.<br /> <br /> Langkah ini merupakan upaya pemerintah dalam penegakan hukum terhadap para pemilik yang diduga terlibat pembakaran hutan dan lahan.<br /> <br /> 9.000 hektar lahan yang disegel kementerian lingkungan hidup dan kehutanan tersebar di enam provinsi di tanah air. Antara lain; Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.<br /> <br /> Di Pulau Kalimantan, Polda Kalimantan Barat juga terus memproses 66 tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan di wilayah hukumnya. Dua di antaranya pimpinan perusahaan perkebunan sawit. Selain tersangka perorangan, Polda Kalbar dan jajaran juga mendalami 15 kasus karhutla yang melibatkan korporasi.<br /> <br /> Dua dari 15 kasus yang melibatkan korporasi telah ditetapkan menjadi tersangka. Sementara itu, polda Kalbar telah melimpahkan 25 kasus karhutla ke kejaksaan. #Karhutla #Kebakaranhutan #Kalimantan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com