5. Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reforma agraria.
Poin-poin dalam RUU Pertanahan dianggap merugikan masyarakat. Pembahasannya pun molor di DPR karena masih ada pro-kontra di internal.
Fraksi PKS menganggap draf tersebut lebih menitikberatkan pada upaya peningkatan iklim investasi dibandingkan pada aspek pemerataan ekonomi dan keadilan agraria.
Dalam poin-poin tersebut tidak ada upaya konkret untuk mengatasi ketimpangan penguasaan tanah.
Kemudian ada kecenderungan memberikan banyak kemudahan investasi bagi pemegang HGU, HGB, dan hak pakai berjangka waktu.
Baca juga: Fraksi PKS Sebut RUU Pertanahan Belum Layak Disahkan Akhir September, Ini Alasannya
Selanjutnya, tidak ada upaya untuk memprioritaskan pemberian hak pakai kepada koperasi buruh tani, nelayan, UMKM, dan masyarakat kecil lain.
Dalam draf tersebut juga tidak terdapat upaya konkret untuk meningkatkan nilai ekonomi lahan warga yang telah disertifikasi melalui program pemerintah.
Keenam, tidak ada upaya konkret untuk mempercepat pengakuan tanah hukum ada yang menjadi amanat Putusan MK Nomor 35/2012.
Selanjutnya, terhapusnya status tanah hak bekas swapraja, yang ke depan akan kembali menjadi tanah negara.
Terakhir, tidak ada kebijakan untuk memberantas mafia tanah dan mengendalikan nilai tanah.
Dalam konferensi pers, Jokowi menyatakan bahwa RUU ini ditunda.