Sementara itu, penyerangan harkat dan martabat terhadap wakil negara sahabat disamakan dengan pengaturan penyerangan harkat dan martabat bagi presiden dan wapres.
"Dan terakhir ketentuan ini merupakan delik materiil yang dapat dipidana apabila mengakibatkan terjadi huru-hara atau kerusuhan di tengah masyarakat. Jangan dikatakan bahwa membungkam kebebasan pers membungkam ini ya," ujar dia.
Baca juga: Kritik Revisi KUHP, Pakar Hukum: Kita Sedang Krisis Negarawan
Yasonna pun mencontohkan penerapan pasal tersebut kepada dirinya.
"Saya buat contoh ini, saya sebagai menkumham beda dengan saya sebagai Yasonna Laoly. Kalau kalian mengatakan kepada saya 'Yasonna Laoly' tak becus mengurus UU, tak becus mengurus lapas, itu sah saja karena saya pejabat publik tapi kalau kamu bilang saya 'anak haram jadah' kukejar kau sampai ke liang lahat. Itu bedanya antara harkat martabat dengan kritik," papar Yasonna.
Hari ini, Presiden Joko Widodo meminta adanya penundaan pengesahan RKUHP karena masih ada 14 pasal yang harus ditinjau ulang dan berharap pengesahan RKUHP itu dilakukan DPR periode 2019-2024.
Baca juga: Soal Pasal Gelandangan dalam RKUHP, Ini Penjelasan Menkumham
Presiden juga meminta Yasonna untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat. Revisi KUHP ini sudah dimulai sejak 2016 lalu namun selalu tertunda.
Sebelumnya, RKUHP dijadwalkan akan disahkan pada rapat paripurna DPR 24 September 2019.
KUHP yang saat ini diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.