JAKARTA, KOMPAS.com - Analisis media sosial dan digital dari Universitas Islam Indonesia (UII) Ismail Fahmi menyatakan, berdasarkan percakapan di media sosial Twitter, warganet cenderung menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Ini berdasarkan hasil analisisnya menggunakan teknologi buatan yang bernama Drone Emprit. Teknologi ini memantau dan mengelompokkan percakapan di Twitter.
"Semua bersatu menolak RKUHP. Penolakan terhadap RKUHP ini sangat tinggi," ujar Ismail saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/9/2019).
Baca juga: RKUHP: Peternak yang Unggasnya Main di Kebun Orang Terancam Denda Rp 10 Juta
Ia mengatakan, penolakan RKUHP menjadi perhatian warganet di Twitter dan suara yang mendukung RKUHP sedikit dalam rentang waktu percakapan pada 13 September-20 September.
Menurut dia, tidak ada polarisasi atau kelompok yang pro terhadap pengesahan RKUHP.
Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa sebagian besar warganet setuju agar RKUHP tidak disahkan.
Ia menyebutkan, dari peta social network analysis (SNA), tidak ada polarisasi dan semuanya membentuk satu klaster, yakni menolak RKUHP.
"Dari peta SNA tentang RKUHP, tidak ada polarisasi. Semua membentuk satu cluster besar. Akun-akun yang selama ini pro dengan Presiden Jokowi bahkan yang non-politis, juga menyuarakan penolakan," papar dia.
Ia juga mengatakan, sejumlah tokoh politik yang sempat berseberangan pada Pilpres 2019 lalu, seperti Rocky Gerung, Dahnil Anzar Simanjuntak, Said Didu kini satu suara, yakni menolak RKUHP.
Baca juga: Ratusan Massa Tolak RUU KUHP, Lalu Lintas di Depan Gedung DPR Dialihkan
Dari penelusuran Kompas.com, dalam satu kicauan Dahnil Anzar di akun Twitter pribadinya, Kamis (19/9/2019), ia menyatakan, "RKUHP kita dirancang untuk mempertajam hukum bagi rakyat kecil. Namun, menumpulkan hukum untuk elite, termasuk UU KPK."
Selain itu, terkait dengan tagar yang digunakan di Twitter, Ismail menyampaikan, inti pesan yang disuarakan warganet adalah dengan menggunakan tagar seperti #SemuaBisaKena, #RKUHPNgawur, #tundademisemua, #TolakRKUHP, #ReformasiDikorupsi, #TundaRKUHP.
"Sedangkan peta persebaran penolakan ini paling banyak di Jakarta, diikuti Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. So far, tidak ada kampanye atau propaganda yang mendukung RKUHP disahkan," ujar Ismail.
Adapun RKUHP menjadi perbincangan warganet karena terdapat sejumlah pasal kontroversial.
Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (Pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (Pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240-241).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.