Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Sebut Banyak Pejabat Takut Ambil Keputusan karena Tudingan Korupsi

Kompas.com - 10/09/2019, 20:03 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, banyak pejabat takut mengambil keputusan karena takut dituduh korupsi

Menurut Kalla, ini terjadi karena banyaknya keputusan pejabat yang diproses hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kalla pun menyebut kasus dugaan korupsi Dirut PLN Sofyan Basir sebagai contohnya.

"Pokoknya kan contoh ke Pertamina, ke PLN, atau apa, semuanya takut ambil (keputusan). Padahal itu kalau terjadi kebijakan yang salah bisa (disanksi) pakai undang-undang administrasi pemerintahan, tidak perlu langsung orang itu diambil (ditangkap)," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

"Kalau dulu pejabat negara atau BUMN atau apa pun itu dia sangat hati-hati, sekarang bukan lagi hati-hati, (tetapi) rasa takut luar biasa," ujar Kalla lagi.

Baca juga: Rapat dengan Komisi III, IPW Sebut KPK Bersikap Semau Gue

Wapres menyadari, KPK telah menyelamatkan sekian triliun uang negara dengan menangkap sejumlah pejabat negara.

Namun, Kalla menyatakan, hal tersebut menimbulkan rasa takut bagi pejabat untuk mengeksekusi program.

Akibatnya, lanjut Kalla, negara juga mengalami kerugian lantaran banyak program pemerintah yang terbengkalai.

Karenanya, Kalla menilai perlu adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK agar tercipta kepastian hukum, yakni dengan memberikan lembaga antirasuah itu kewenangan menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3).

Saat ditanya mengapa pejabat harus takut dituding korupsi jika tak berbuat salah, Kalla menilai, tetap saja efek kekhawatiran tersebut muncul.

Baca juga: Capim KPK Nurul Gufron: SP3 Itu Sesuai Hukum Negara yang Berlandaskan Pancasila

Dengan adanya SP3, Kalla meyakini para pejabat yang diproses hukum memiliki ruang pembuktian bila dirinya tak bersalah sehingga kasusnya bisa dihentikan.

Dengan demikian, mereka tak lagi takut mengambil kebijakan.

"Jadi ada unsur praduga tidak bersalah. Kita kan manusia biasa, bisa keliru. Kalau tidak ada itu (SP3) maka begitu orang ditersangkakan, habis itu dia secara perdata. Tidak bisa kerja, hartanya disita," ujar Kalla.

"Kemudian, bagaimana kalau tidak ada kemudian tidak terbukti? Jadi ini proses biasa dalam hukum. Kalau ada keliru ya dikembalikan ke posisinya, jangan berlarut-larut orang digantung," kata dia lagi. 

Baca juga: Jika Setujui Revisi UU KPK, Jokowi Akan Kehilangan Kepercayaan Rakyat

Diberitakan sebelumnya, semua fraksi di DPR RI setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi DPR.

Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.

Draf revisi pun sudah dikirim kepada Presiden Jokowi. Kini DPR menunggu surat presiden yang menandai dimulainya pembahasan revisi UU KPK antara DPR dan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com