JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rosita Dewi, menyebutkan ada empat akar persoalan di Papua yang hingga saat ini belum disentuh oleh pemerintah.
Rosita menyatakan, merujuk hasil penelitian Tim Kajian Papua LIPI, yang dipublikasikan dalam Papua Road Map Tahun 2009, ada empat akar persoalan.
Akar permasalahan itu adalah diskriminasi dan marjinalisasi, kegagalan pembangunan, pelanggaran HAM, serta sejarah dan partai politik.
Akan tetapi, menurut Rosita, pemerintah masih parsial dalam menyelesaikan persoalan melalui percepatan pembangunan di Papua.
"Pendekatan pembangunan memang penting bagi orang Papua, tetapi ada persoalan lain di Papua yang tidak bisa diselesaikan hanya menggunakan pendekatan ini," kata Rosita saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/9/2019).
Baca juga: Industrialisasi dan Eksploitasi Dinilai Jadi Akar Konflik dan Kekerasan di Papua
Kompleksnya persoalan di Papua, lanjutnya, harus disentuh oleh pemerintah secara bersamaan lantaran keterkaitan antara satu persoalan dan persoalan lainnya.
Terkait persoalan HAM, seperti diungkapkan Rosita, bukan berarti hanya persoalan kekerasan, melainkan juga persoalan tidak terpenuhinya hak kebutuhan dasar, seperti kesehatan.
"Dengan kata lain, persoalan diskriminasi dan marjinalisasi ini tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga bersinggungan dengan aspek sosial, budaya, dan politik," ucap Rosita.
"Kerusuhan yang terjadi saat ini menunjukkan pemerintah lupa bahwa persoalan diskriminasi dan pelanggaran HAM ini persoalan yang juga harus diselesaikan," tuturnya.
Baca juga: MRP Anggap Kepulangan Ratusan Mahasiswa Papua Seperti Musibah Baru
Menurut Rosita, bermacam persoalan ini sudah terjadi sejak lama, terutama pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
"Pendekatan militeristik selama masa pemerintahan Presiden Soeharto harus menjadi catatan penting terjadinya pelanggaran ini (diskriminasi dan pelanggaran HAM)," kata dia.
Dampaknya, lanjut Rosita, orang Papua memiliki trauma dan memori buruk atas pendekatan militer tersebut.
Ia menambahkan, dalam persepsi orang Papua, persoalan pelanggaran HAM yang terjadi masih menjadi ganjalan untuk perbaikan hubungan Papua dengan pemerintah.
Baca juga: Jokowi Akan Paksa BUMN dan Swasta Terima Bekerja 1.000 Mahasiswa Papua
Selain itu, persoalan sejarah ini juga masih menghantui hubungan Papua dan pemerintah pusat. Hal ini tercermin dalam tuntutan para pendemo untuk meminta referendum.
"Situasi ini terjadi akibat adanya perbedaan cara pandang orang Papua dan pemerintah memaknai sejarah di Papua. Perbedaan pemaknaan ini hanya bisa dijembatani dengan dialog yang demokratis," kata Rosita.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.